Tetangga Sempurna 1

53 22 0
                                    


Tetangga Redheart 1

“Bagaimana kondisi keluarga Redheart setelah kasus itu?” tanyamu?

Wah, saya tidak tahu banyak.

Walaupun kami bertetangga, tapi saya tidak sering mengobrol dengan orang-orang dari keluarga itu. Bukan berarti saya tidak menyukai mereka. Hanya saja, sebelum kasus yang menimpa putri mereka itu terjadi, saya selalu mengira kalau keluarga Redheart itu keluarga yang sangat sibuk. Maklum saja ya, kepala keluarga Redheart itu kan direktur dari perusahaan ekspor impor yang cukup besar, jadi warga di kompleks ini juga sudah sedikit mengerti kalau mereka tidak punya banyak waktu untuk bercengkerama dengan tetangga.

Yang saya tahu, Pak Redheart itu sering berangkat kerja pagi-pagi sekali. Beliau orang yang sangat bersemangat dan saya rasa tidak banyak bicara. Penampilannya sering kali memakai setelan jas berwarna hitam atau abu-abu, atau biru tua juga pernah. Dasinya juga berubah-ubah, memadukan warna jas yang dipakainya. Rambut pria itu cenderung pendek, rapi. Tidak ada kumis atau janggut, wajahnya bersih. Tampan, bisa dibilang. Kurasa ada banyak foto-fotonya di internet, kalau mau cari tahu lebih detail bisa cek saja di sana. Beliau orang yang cukup terkenal di dunia bisnis.

Berbeda dengan suaminya, Bu Marie Redheart saya rasa bukan orang terkenal. Saya tidak tahu. Mungkin ia memang wanita biasa dengan keberuntungan yang tinggi hingga bisa mendapatkan suami sekelas Redheart. Wanita itu cantik, memang, saya mengakuinya. Ia punya tulang pipi yang kurus, rambut panjang bergelombang yang tampak seperti aktris-aktris pemeran iklan sampo. Badannya cenderung langsing, cocok untuk memakai seragam wanita kantoran, atau sekedar menemani suaminya itu ke kantor.

“Apa Nyonya Redheart itu tidak bekerja?” tanyamu?

Hmm, saya rasa tidak. Tapi, saya juga tidak yakin. Jujur saja, saya jarang melihat wanita itu di luar rumah.

Saya pernah berbincang sedikit dengan asisten rumah tangga yang bekerja di rumah itu. Saya iseng bertanya padanya, apa kerja di rumah itu sulit? Rumah itu besar, bertingkat, dan saya yakin siapa pun pasti akan kesulitan untuk sekadar menyapu dan membalik tirai di sana.

Namun, asisten rumah tangga itu berkata tidak. Tidak sulit sama sekali, jawabnya saat itu. Ia bilang, ia hanya ditugaskan untuk bersih-bersih lantai satu yang terdiri dari ruang tamu, ruang tengah, dapur, kamar mandi, dan... kamar tamu, mungkin? Saya tidak terlalu ingat detailnya. Tapi saya bisa menarik sedikit kesimpulan. Asisten rumah tangga itu tidak diperbolehkan untuk sembarangan masuk ke kamar tidur utama, juga kamar tidur putri mereka, Alice.

“Kenapa?” tanyamu?

Saya tidak pernah menanyakan hal itu padanya, karena menurut saya itu hal yang wajar. Di kamar tidur biasanya ada banyak barang-barang berharga yang disimpan. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana mewahnya barang-barang di kamar Redheart, tapi di kamar saya sendiri, saya juga sering menyimpan perhiasan saya, di dalam kotak kecil yang saya simpan di sudut paling pojok lemari baju.

Kalau untuk kamar Alice? Saya tidak tahu kenapa asisten rumah tangga itu dilarang masuk ke sana. Saya rasa, kamar anak itu seharusnya sama seperti anak-anak perempuan yang lain, penuh boneka, didominasi oleh warna merah muda yang cerah, banyak mainan, baju-baju cantik. Barang berharga? Mungkin ada, tapi kalau saya, saya sendiri mungkin tidak akan menaruh uang atau perhiasan di kamar anak. Lebih baik kalau disimpan di kamar sendiri, kan?

Saya pikir, Bu Redheart sendirilah yang membersihkan kamar-kamar itu. Dengan begitu, saya mungkin bisa sedikit menyimpulkan, Bu Redheart tidak punya pekerjaan yang berat sehingga ia masih punya waktu dan tenaga untuk bersih-bersih. Selain itu, saya juga jarang melihat wanita itu keluar rumah.

Dengan pertimbangan seperti itu saya pikir Bu Redheart bisa saja menganggur. Saya tahu saya tidak punya dasar yang kuat untuk membuat kesimpulan seperti itu. Saya juga tidak terlalu yakin.

“Apa Nyonya Redheart itu tipe orang yang pemalas?” tanyamu?

Saya rasa tidak. Saya sempat beberapa kali lewat di depan rumahnya, tidak sengaja melihat lewat cela-cela gerbang, ada Bu Redheart yang sedang menyiram tanaman dengan selang air walaupun sebenarnya ada tukang kebun di rumah itu. Tidak, menurut saya Bu Redheart itu bukan seorang istri pemalas yang hanya bisa bermanja-manja dan menuntut ini-itu dari suaminya. Ia orang yang mandiri, dan semangatnya terpancar lewat senyum.

“Apa Bu Redheart orang yang kasar?” tanyamu?

Kenapa kau tanya begitu? Menurutmu perilaku Alice, putrinya itu, adalah buah dari kekerasan yang selama ini ia terima dari ibunya?

Saya tidak mengerti kenapa kamu berpikir seperti itu. Apa penyelidikan kepolisian menyatakan kalau Bu Redheart sudah melakukan penganiayaan terhadap anaknya sendiri? Tidak. Itu tidak mungkin.

Walaupun kami jarang bertemu dan mengobrol, saya yakin Bu Redheart itu seorang Ibu yang baik. Alice juga tidak terlihat seperti anak yang menerima kekerasan secara fisik maupun mental. Anak itu ceria, aktif, seperti anak-anak perempuan pada umumnya.

Waktu pertama kali mendengar Alice membunuh teman sekelasnya sendiri, jujur saya tidak percaya. Saya pikir pasti ada salah paham atau sesuatu yang memaksa Alice melakukan hal mengerikan itu. Entahlah, sampai sekarang saya juga tidak bisa menerimanya. Saat saya mendengar berita di TV, atau di internet, saya cenderung merasa sedih. Orang-orang lain yang tidak mengenal keluarga Redheart mungkin akan emosi, melihat dengan sebelah mata, menghakimi entah cara mendidik atau Alice itu sendiri, tapi dibanding dengan kemarahan seperti itu, saya lebih merasa kecewa.

Apa saya dekat dengan Alice? Hmm, saya suka anak-anak. Saya selalu menyapa setiap anak yang kebetulan lewat, berpapasan dengan saya, termasuk Alice, tentu saja. Saya masih ingat beberapa minggu sebelum kasus itu terjadi, saya mengucapkan selamat siang kepada Alice yang saat itu sedang bermain dengan temannya....

“Erika?” tanyamu?

Saya tidak tahu siapa yang bermain dengan Alice waktu itu. Anak perempuan itu sepertinya tidak tinggal di kompleks perumahan ini. Teman sekolah, mungkin? Karena dia memakai seragam sekolah yang sama dengan Alice.

Ya ampun, jadi anak itu korban....

Saya tidak bisa berkata-kata.

Padahal waktu itu mereka terlihat sangat akrab. Mereka bermain lompat tali bersama. Dan saat saya menyapa mereka, dua gadis itu tersenyum lebar, membalas ucapan selamat siang saya dengan hangat. Saya tidak percaya anak itu yang....

“Apa mereka sering bermain di luar rumah?” tanyamu

Hmm, saya tidak tahu. Saya biasanya bekerja di pusat perbelanjaan saat siang, kecuali di hari libur atau saat saya sedang tidak enak badan. Ngomong-ngomong, kamu ini sedang hamil tapi semangat bekerja, ya? Ah, untuk biaya persalinan nanti? Tapi masih lumayan lama ya kelihatannya. Ya, saya doakan semoga adik bayinya lahir sehat dan keluarga kalian makin harmonis.

Saran saja, kalau mau informasi lebih detail tentang Alice, coba tanyakan ke pelayan kedai es krim yang ada di seberang sana.

***

ONCE UPON AN ALICE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang