Tetangga Redheart 2
Selamat datang di Little Vanilla. Menu spesial kami hari ini, Cinnamon Waffle dan Bubble gum ice cream. Pilihan lain, seperti yang tertera di menu, ya.
Ah, untuk ibu hamil, saya rekomendasikan yang ini. Ini es krim yang rendah kalori dan rendah gula, jadi Nyonya tidak perlu khawatir akan terjadi apa-apa dengan kandungan Nyonya. Susuk yang kami gunakan juga sudah dipasteurisasi, terhindar dari bakteri yang membahayakan. Aman deh pokoknya.
“Es krim yang sering dipesan oleh Alice?” tanya Nyonya?
Alice? Ah, Alice Redheart, maksudnya? Ehm, anak itu tidak punya pesanan tetap. Kadang dia pesan es krim cokelat, kadang vanila. Saya pikir dia tidak terlalu suka gelato, tapi terakhir kali Alice ke sini, gadis itu memesan gelato stroberi. Nyonya mau memesan itu juga? Sepertinya gelato yang memang lebih rendah kalori dari es krim biasa itu cocok untuk Nyonya dan kandungan Nyonya.
Baik, akan segera saya siapkan. Tunggu sebentar, ya.
....
Ah, hari ini panas, ya. Gelato stroberi memang yang paling segar dan cocok untuk dinikmati siang-siang seperti ini. Eh? Nyonya punya pertanyaan? Tentang Alice?
Aduh, saya tidak tahu banyak. Saya takut salah bicara.
“Cuma pertanyaan kecil, kok.”
Bagaimana, ya?
Eh? “Apa Alice sering datang ke sini?” tanya Nyonya?
Ehm, iya. Cukup sering. Hampir setiap hari, kelihatannya.
“Ceritakan selengkapnya,” kata Nyonya?
Ehm, sejak dulu Alice memang sudah sering berkunjung, beli es krim di sini. Sejak kecil, maksud saya, Alice sekarang memang bisa dibilang masih kecil. Duh, bagaimana ya cara menjelaskannya. Sejak dia berumur dua atau tiga tahun. Nah, begitu.
Waktu itu tahun-tahun pertama saya bekerja di kedai ini. Saya ingat, Alice kecil itu datang berdua dengan Mamanya di siang hari yang panas, sama seperti siang ini. Alice menangis di depan pintu kaca yang terbuka, mengucek-ucek mata. Mamanya yang tersenyum, menuntun, menggenggam tangan anak itu masuk, sampai di depan konter.
Saya melayani mereka sesuai dengan apa yang sudah saya pelajari dari senior saya. Saya tidak terlalu ingat apa yang mereka pesan waktu itu, tapi kalau tidak salah mereka memesan sesuatu dengan porsi besar. Mungkin tripple scoop es krim extra topping, atau sesuatu seperti itu. Yang pasti, saya ingat saya memberikan semangkuk besar entah apa kepada Alice, dan anak yang tadinya menangis itu menerimanya dengan bola mata yang menyala-nyala.
Dia anak yang menggemaskan, pikir saya waktu itu.
Saya rasa, sejak hari itu mereka, terutama Alice, menjadi pelanggan tetap di kedai ini. Saya melihat anak itu tumbuh, dari bocah cengeng, menjadi anak berseragam TK yang ceria, berseragam SD, penuh senyum. Saya ikut senang menyaksikan perkembangan Alice, dan kalau boleh bilang, saya mungkin sudah menganggap Alice sebagai adik saya sendiri.
Waktu saya mendengar kasus itu di berita televisi, saya sangat terkejut dan hampir tidak percaya. Apa benar Alice yang melakukan itu adalah Alice yang sama seperti yang saya kenal? Rasanya tidak mungkin. Eh, Nyonya tahu tentang kasus itu, kan? Ya, berita itu memang sudah tersebar di mana-mana, sih. Apa Nyonya yakin mau membicarakan hal yang menyeramkan seperti itu saat sedang makan es krim?
“Dengan siapa saja Alice pernah datang ke sini?” tanya Nyonya?
Ehm, dengan Mamanya, tentu saja. Lalu... dengan sopir yang menemaninya. Juga dengan satu anak perempuan yang sepertinya seumuran dengan Alice. Tidak banyak, saya kira.
KAMU SEDANG MEMBACA
ONCE UPON AN ALICE (END)
Mystery / ThrillerDalam proses revisi Seorang anak SD bernama Erika Hatcraft ditemukan meninggal dengan luka memar di kepala. Alice Redheart ditetapkan sebagai pelakunya. Sidik jari gadis kecil itu tertinggal di permukaan tongkat baseball yang berdarah. Alice tidak...