Ketua Kelas 1

64 25 2
                                    


“Wah, Kakak ini lagi hamil, ya? Sudah berapa bulan, Kak? Adik bayinya cewek apa cowok?”

Kau ini nggak sopan banget, ya!

“Aku kan cuma tanya, nggak usah mukul gitu dong!”

Maafin saudara kembarku ini, Kak. Dia itu memang bodoh dan mulutnya memang suka sembarangan.

“Hei!”

Wah, itu alat perekam ya, Kak?

“Percakapan kita ini direkam? Wah, keren banget.”

Gimana suaraku kalau keluar dari alat itu, ya? Apa jadi kayak suara robot? A. ku. Dee. Ha. Lo. Ha. Lo. A. Pa. Ka. Bar?

“A. Ku. Doo. A. Pa. Yang. I. Ngin. Ka. Kak. Ta. Nya. Kan. Pa. Da. Ka. Mi?”

Hah? Ten. Tang. A. Lice. Ka. Kak. Bi. Lang?

“Hentikan, bodoh, jangan bercanda terus.”

Siapa yang kau panggil bodoh, Doo bodoh.

“Dee bodoh, Dee bodoh.”

Percakapan kita ini direkam, tahu. Memangnya kau ini tidak malu?

“Ya sudah, ya sudah. Ayo dengarkan kata Kakak wartawan.”

Jadi begitu, Kakak ingin kami bercerita tentang Alice? Bagaimana hubungan pertemanan Alice dan Erika?

“Mereka, ya... berteman baik. Seperti itu.”

Mereka teman sekelas. Teman sebangku... Hah, Kakak sudah tahu? Ya, terus maksud Kakak itu yang gimana?

“...”

Jelaskan secara rinci, Kakak bilang? Aduh, aku nggak ngerti maksud Kakak.

“Mungkin Kakak ini mau kita nyeritain gimana keseharian Alice sama Erika waktu di kelas, Dee.”

Hmm, apa benar begitu?

“Maksud Kakak begitu, kan?”

...

“Tuh, Kakak itu mengangguk.”

Kalau begitu, bilang dong dari tadi. Jangan pakai kata-kata yang susah kumengerti.

“Keseharian mereka di kelas itu... gimana ya cara jelasinnya?”

Hah? Kakak mau cerita dari awal? Sejak perkenalan pertama? Aduh, Kakak ini ngerepotin banget, ya. Padahal kami mau main.

“Ya, pertama kali kami ketemu Alice sama Erika, waktu kami kelas satu.”

Tunggu, tunggu, tunggu, tunggu. Biar aku yang cerita lebih dulu.

***

ONCE UPON AN ALICE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang