"Udah mau jam 10 malam dan Shani masih belum pulang." Veranda menatap resah Keynal, "Tujuan kita ke Bali kan untuk liburan bersama kenapa Papa malah biarin Shani pergi sendirian." sebagai seorang ibu yang faham dengan karakter sang anak tentu Veranda merasa khawatir, Veranda khawatir putrinya itu melakukan kesalahan. Apalagi pergilah bersama seseorang yang belum sama sekali Veranda kenal.
"Tenang Ve, Shani pergi gak sendirian, pria itu pasti jagain Sahani." ucap Keynal yang masih fokus pada iPad di tanganya, meski liburan ia harus tetap memantau perusahaannya.
Veranda berdecak sedikit kesal lalu menatap Gito, "Coba kamu hubungi adek kamu."
Gito menggelengkan kepalanya,
"Nomor aku udah di blok Mah, gak mungkin bisa.""Aku juga sama, Ci Shani blokir nomor aku gara gara nelfonin dia mulu waktu masih di LA." sahut Zee ketika Veranda memandanginya.
Aran yang semula duduk di sofa samping Keynal kini menenggakkan lututnya berdiri, "Aku akan pergi cari Shani, Tante jangan khawatir aku pasti bawa Shani pulang." Aran menatap Veranda seraya mengangguk meyakinkan hati perempuan itu yang sedang di landa kekhawatiran.
"Kamu mau pergi sendirian Ran?" pertanyaan Chika mengundang perhatian banyak orang termasuk Gito, "Ma-maksud aku ini udah malam, apa gak sebaiknya Aran sama supir, takutnya Aran malah nyasar."
"Kenapa kamu harus khawatir? Kalau kamu berpikir Aran baru pertama kali ke Bali kamu salah Chika, dia udah sering kesini untuk urusan bisnis, jadi aku yakin Aran udah hafal sama arah setiap jalanya." ucap Gito menatap wajah tegang Chika, kenapa istrinya itu mendadak gugup?
"Paman, kalau Cle ikut cari Cici boleh?" Cleo menatap wajah Aran dengan penuh harap, sampai tak lama tubuhnya di angkat oleh Zee.
"Kamu di rumah aja ya Kle, besok pagi kita berenang lagi, okey?" Zee tersenyum senang saat bocah dalam gendonganya menganggukkan kepalanya. Sangat lucu.
Aran menatap Keynal sekilas sebelum akhirnya berlalu keluar Vila. Aran masuk kedalam mobil dan menolak halus tawaran Pak Gusnan yang ingin menyupiri. Aran harap Fenie bisa menepati perkataannya yang akan menjaga Shani dengan baik.
Di perjalanan, Aran berusaha menghubungi Shani. Nomor gadis itu aktif namun tidak ada satupun panggilan yang terjawab, entah ini sudah kali berapa Aran mencoba menghubunginya.
"Kamu dimana Shan, kenapa gak angkat telfon aku." Aran membuang perlahan napasnya, di tengah fokusnya menyetir pandangannya pun mengedar, berharap menemukan Shani meski di jalanan. Aran melirik arlojinya, sudah hampir satu jam mencari namun tidak ada anda keberadaan Shani. Jujur perasaannya mulai khawatir, pikiran negatif pun mulai merasuki kepalanya yang masih berusaha Aran tepis.
Andai Aran memilki nomor Fenie, pasti ia tidak akan sesusah ini.Entah bagaimana ceritanya mobil yang di kendarai Aran melaju melewati salah satu club malam di Bali. Aran memelan laju mobilnya dan mengamati dengan sangat baik orang orang berpakaian minim yang keluar dari sana. Aran memang berharap bisa menemukan Shani secepatnya namun tidak dengan tempat terlarang seperti ini.
"Apa aku harus masuk? Tapi tidak mungkin Fenie membawa Shani ke tempat seperti ini." untuk saat ini Aran tengah berperang dengan pikirannya sendiri, namun tidak ada salahnya mencoba. Mobil berhenti, Aran bergegas turun untuk masuk kedalam club itu.
Belum sempat kakinya melangkah masuk, sebuah tangan menahanya.
"Kamu Aran kan?" seseorang tiba-tiba menahan tanganya yang hendak masuk. Aran menoleh dan mengernyit dahinya heran, merasa tidak mengenali gadis yang tengah menahan lengannya. "Kamu pasti lupa, ini aku Jesllyn, teman kuliah kamu dulu.""Jesllyn?" Aran menatap lekat wajah yang terpoles make up tebal itu, ternyata benar yang menahan tanganya adalah Jesllyn, perempuan yang pernah ia hindari di kampus karena sikap agresifnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY SHOULD LOVE [END]
Fanfiction"Bersamamu adalah kesalahan yang tidak pernah aku inginkan." "Apapun itu, kamu tanggung jawab aku mulai sekarang."