Shani setengah terkejut ketika terbangun sudah dalam dekapan pria yang hampir setahun berstatus sebagai suaminya. Namun ketika otaknya berputar pada ingatan semalam helaan napasnya terdengar agak panjang, nyidam semalam itu sangatlah merepotkan, untung saja ia pintar untuk mencari seribu alasan hingga gengsinya itu terselamatkan.
Selimut tebal serta pelukan Aran menyelamatkan Shani dari dinginnya udara pagi dan Ac bersuhu 18 derajat celcius, gorden yang masih tertutup sempurna membuatnya tidak bisa menerka bagaimana cuaca di luar, apakah sesang cerah cerahnya atau justru di rudung mendung, kamarnya bahkan masih sedikit gelap namun tidak mampu menghalangi netranya untuk melihat wajah Aran dari jarak sedekat ini. Benar, tiba-tiba saja Shani ada keinginan untuk menatap wajah Aran sedikit lebih lama.
Pejaman matanya terlihat tenang, apakah Aran sedang bermimpi indah? Ini kali kedua Shani menatap lekat wajah suaminya ketika tertidur pulas, yang pertama saat mereka terjebak hujan di tengah sawah yang mengharuskan mereka menginap di sebuah gubuk sederhana.
Semakin di perhatilan guratan wajah Aran itu begitu tenang, kulitnya bersih terawat, tidak jauh berbeda seperti kulit para aktor tampan di luar sana. Aran tampan dengan versinya sendiri, sama sekali tidak terlihat wajah-wajah antagonis di parasnya. Seperkian detik setelahnya Shani tersadar dari lamunanya, apa barusan ia sedang memuji Aran? Kepalanya menggeleng kuat, sepertinya ia belum benar-benar terbangun dari tidurnya.
Tapi tunggu sebentar, bukankah semalam Aran memeluknya dari belakang, tapi kenapa posisi mereka jadi saling berhadapan sekarang? Shani kembali memejamkan matanya, mencoba menolak fakta bahwa dirinyalah yang ternyata berbalik untuk membalas pelukan Aran, beneran sangat gila.
"Bodoh, kenapa aku harus memeluknya semalam. Bagaimana jika Aran menyadarinya?"
Pejaman mata Shani kembali terbuka ketika ia merasa ada usapan lembut di kepalanya, jantungnya jauh lebih berkonser ria ketika mendapati wajah yang sempat ia kagumi secara tidak sadar sudah tersenyum begitu manis menatapnya.
"Selamat pagi, udah gak sakit kan perutnya?"
Masih dalam mode terpaku Shani bahkan sampai tidak tau harus membalas sapaan Aran bagaimana. Namun saat tersadar Shani segara mendorong tubuh Aran menjauh, merubah posisinya menjadi duduk seraya menatap tajam Aran yang nampak kebingungan.
"Siapa yang nyuruh kamu meluk aku Aran? Aku udah pernah bilang jangan sentuh aku berlebihan,"
Aran berhasil menangkap bantal yang Shani lempar padanya, "Loh, kok baru sekarang protesnya, bukanya semalam kamu diem aja waktu aku peluk?" Aran benar-benar kebingungan, selain keras kepala apakah istrinya ini memiliki kepribadian ganda?
"Ya itu karena perut aku lagi sakit, harusnya kamu udah balik ke kamar kamu setelah aku tidur, bukanya ganjen modus meluk aku sampai pagi," Shani memalingkan wajah, enggan menatap wajah Aran. Ah rasanya Shani sangat malu dan ingin menghilang saja dari muka bumi ini.
Aran tersenyum miring, sikap berlebihan Shani yang seperti ini malah membuat pikiran Aran beda, Shani bukan marah karena ia peluk sampai pagi melainkan salting karena ketahuan balas memeluknya, lihat saja pipinya yang bersemu itu, sangat lucu.
"Ngapain kamu malah senyum-senyum sendiri?"
"Kenapa harus aku yang di salahkan kalau kamu juga ikutan meluk aku?" Aran masih berbaring, senyumnya berubah jadi kekehan mendapati mata Shani yang melotot kearahnya, "Semalem aku meluk kamu dari belakang tapi kamu sendiri yang berbalik buat meluk aku, so?"
Shani menggeram kesal dalam hati melihat Aran yang tersenyum penuh kemenangan pagi ini, ingin manyangkal namun yang di bicarakan itu benar.
"Mana sadar aku meluk kamu, ya aku kira kamu itu guling?"
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY SHOULD LOVE [END]
Fanfiction"Bersamamu adalah kesalahan yang tidak pernah aku inginkan." "Apapun itu, kamu tanggung jawab aku mulai sekarang."