"Ran, Aran, lo yakin sama keputusan itu?" Onil membuntuti Aran bahkan sampai ke kamar, "Bilang sama gue itu cuma rencana lo aja Ran, kalian gak akan beneran pisah kan?" Onil mengacak rambut frustasi lantaran pertanyaanya tak ada satupun yang mendapat jawaban, Aran justru sibuk mengambil koper dan memasukan beberapa baju disana untuk di bawa ke garut, "Ran,"
"Gue gak ada pilihan lain Nil, cuma itu satu-satunya cara untuk mempertahankan anak dalam kandungan Shani," Aran membuang napas kasar, memandang sahabatnya dengan tatapan tak berdaya setelah membuang asal kopernya, "Gue cinta sama Shani, gue sayang sama dia, dan karena itu gue gak mau dia kenapa-kenapa." ucapnya mempertegas.
"Terus dengan kalian cerai apa itu bisa bikin kalian baik-baik aja? Perjuangan lo, perasaan lo, itu gimana nantinya Ran?"
Tubuh Aran lantas berbalik, menghadap jendela yang memperlihatkan pemandangan kolam berenang, tatapan Aran kosong, ia sama sekali belum memikirkan bagaimana hidup tanpa Shani, tanpa keluarganya disini. Aran tidak rela, namun keadaan lagi-lagi membuatnya harus mengalah.
"Pasti ada cara lain selain cerai, gue bantuin, kalau perlu gue akan ngomong sama Nyonya Ve,"
Aran menggeleng, cara Onil terdegar hanya akan memperburuk keadaan. Mamanya tidak boleh mengetahui perjanjian antara dirinya dengan Shani atau kesehatan Mamanya yang jadi taruhanya.
"Berjuang sekali lagi Ran,"
Aran meraih kedua pundak Onil dan menatapnya penuh harap, "Kalau lo mau bantu gue tolong rahasiain apa yang lo tau hari ini, masalah ini biar jadi urusan gue sama Shani,"
Onil mengeram tertahan, usahanya untuk mempertahankan rumah tangga sahabatnya ternyata berakhir tak berguna. Dan sekarang Onil di minta tutup mulut dan mata untuk masalah yang rasanya ingin sekali Onil suarakan.
"Oke, gue turutin. Gua harap ini sebaik baiknya keputusan yang lo ambil, sampai ketemu nanti di Garut," Onil menyingkirkan kedua tangan Aran kemudian melangkah keluar kamar.
Aran menyenderkan kepala pada kendela kaca, memejamkan matanya mencoba untuk meredam kebisingan yang ada di kepalanya. Tidak ada yang menginginkan perpisahan, apalagi selama hidupnya Aran sudah banyak di tinggalkan.
"Pa, Aran minta maaf karena harus mengingkari janji kita," napas Aran tercekat, dadanya bahkan terasa sesak, "Sekalipun nanti Aran sudah tidak ada disini, Aran pasti akan mengawasi mereka dari jauh," Aran memejamkan matanya, dan saat itupula Aran merasa bahwa pipinya di aliri sesuatu yang hangat. Air matanya kembali tumpah mengingat akan ada janji yang tepaksa di ingkari.
"Jadi berangkat hari ini Ran, Mama kira besok barengan sama Onil," Veranda menghampiri Aran yang sedang memasukkan koper ke dalam bagasi, rencananya hari ini Aran akan berangkat ke garut karena besok Onil dan keluarga akan datang untuk melamar Indah, adik Aran di panti.
Aran menutup pintu bagasi lalu melempar senyum pada Mamanya, "Iya Ma, ada yang perlu Aran urus sebelum acara lamaran. Mama kalau mau dateng ikut rombongan Onil aja ya, Kak Gito gak bisa ikut karena lagi keluar kota tapi Zee, Chika sama Cleo dateng kok besok."
"Iya besok Mama ikut, tapi Mama gak yakin Shani mau ikut,"
"Gapapa Ma, Aran udah minta Ratu buat temani Shani kok," Aran tersenyum, sebenarnya ia tidak tega meninggalkan Shani sendiri di rumah tapi ini acara yang begjtu penting buat adiknya dan Aran harus dateng karena Aran akan jadi pengganti seorang ayah buat indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY SHOULD LOVE [END]
Fanfiction"Bersamamu adalah kesalahan yang tidak pernah aku inginkan." "Apapun itu, kamu tanggung jawab aku mulai sekarang."