"Kemana lagi guys kita?" Sisca bertanya tepat ketika kedua sahabatnya menutup rapat pintu mobil. Setelah melihat mereka memakai sealbelt ia segera melajukan mobilnya keluar dari basemen.
"Pulang aja ga sih, udah sore nih. Kita juga udah belanja banyak hari ini." Cindy menyahut seraya melirik bagasi mobil yang penuh dengan isi belanjaan mereka, mulai dari pakaian hingga make up, "Nyokap gue dah balik dan dia udah spam chat nyuruh pulang."
"Yah, kok pulang sih, gue maunya sampe malam kayak kemarin." Shani menatap lesu pada Cindy yang sepertinya memang sudah sangat ingin pulang kerumah.
"Eeh kita kemarin dan hari ini udah banyak ngabisin waktu ya seharian, masih kurang?"
"Emang sesepi apa sih Shan rumah lo sampe ngga betah gitu di rumah, suami lo gaada ngasih perhatian apa." sahut Sisca yang langsung mendapat delikan maut dari Shani.
"Yaudah deh pulang. Makasih udah mau nemenin kegabutan gue selama beberapa hari ini." Shani memaksakan senyumnya kemudian menghela napas pelan.
Sebenarnya Shani begitu menikmati hari-harinya tanpa Aran, ia menggunakan kesempatan itu untuk melakukan apapun yang sebelumnya sangat di larang oleh papanya.
Ia jadi bebas pergi kemanapun yang ia mau dan menghabiskan seharian suntuk bersama kedua sahabatnya. Bermain, berbelanja hingga bercerita tentang apapun yang bisa mereka bahas. Shani merasa bahagia bersama mereka walau sesampainya di rumah ia akan kembali merasa sangat sepi, bahkan lebih sepi ketika Aran tidak ada sekitarnya. Dan Shani menyadari hal itu, bahwa kepergian Aran tidak sepenuhnya membuat dirinya bahagia."Suami lo hari ini pulang kan Shan?"
"Harusnya sih kemarin, tapi lebih lama lebih bagus sih." ucap Shani yang tidak sesuai dengan isi hatinya. Entah apa yang sedang terjadi pada dirinya yang jelas ia merasa sepi tanpa kehadiran pria yang kerap kali membuatnya kesal.
"Halah, jidat lo tuh jerawatan. Kangen kan lo di tinggal tiga hari sama Aran."
"Emang iya Shani jerawatan?" Cindy yang penasaran langsung menarik dagu Shani dan melihat jidatnya, senyumnya mengembang ketika melihat satu benjolan bernama jerawat menghiasi kening sahabatnya yang, "Eeh iya dong ada jerawat, akhirnya Shani jerawatan juga."
"Kalian apaan sih, jerawat ini tumbuh karena gue salah sabun cuci muka ya bulan karena kengen. Lagian ngga penting banget kengenin tuh orang." dengan kesal Shani menghempaskan tangan Cindy.
"Denial mulu, kurang kurangin deh tuh gengsi." sindir Sisca.
"Di rebut cewe lain baru tau rasa lo Shan." sahut Cindy dengan menjulurkan lidah berniat untuk meledek sahabatnya.
Shani memilih untuk menulikan pendengarannya dan memejamkan matanya, ia sama sekali tidak ingin membahas pria itu atau hatinya akan semakin meradang karena sudah tiga hari Aran tidak pulang. Pria itu membohonginya, bahkan tak sekalipun pesan ia terima dari Aran. Entah apa yang sedang di lakukan suaminya di sana yang jelas Shani mulai bertanya tanya akan perubahan sikap pria itu.
"Shan,"
Tak ada jawaban, Shani memilih pura-pura tidur ketimbang menyahuti panggilan Cindy.
"Jangan pura-pura tidur deh," sahut Sisca melirik dari spion tengah.
"Hubungan lo sama Aran gimana dah, masih stuk disitu aja?"
"Bisa ga sih kalian jangan bahas Aran," Shani membuka mata lantas memberi delikan tajam pada kedua sahabatnya itu, "Kayak gaada topik lain aja bahas dia terus."
"Ya kan kita sayang sama lo Shan, kita pengen tau apakah sahabat kita ini sudah bisa menerima apa belum." Cindy melirik Sisca yang menganggukkan kepalanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
WHY SHOULD LOVE [END]
Fanfiction"Bersamamu adalah kesalahan yang tidak pernah aku inginkan." "Apapun itu, kamu tanggung jawab aku mulai sekarang."