14

1.2K 201 34
                                    

"Selamat malam Mas Aran, tumben jam segini baru pulang."

"Iya Pak, pekerjaan numpuk setelah di tinggal liburan." Aran tersenyum hangat pada Pak Akim yang membukakan pintu mobil untuknya. Aran melirik kearah jam di pergelangan tangannya yang ternyata sudah menunjukkan pukul 10 malam. "Oh ya Pak, tadi Shani ada minta jemput? Tadi saya ninggalin dia di rumah temenya soalnya."

"Non Shani tadi pulang di anter temennya, Mas Aran."

Aran mengangguk paham, setelahnya ia melenggang masuk kedalam rumah meninggalkan Pak Akim yang harus memasukan mobil ke garasi. Aran mengerutkan dahinya heran saat merasa rumah tampak sepi tak berpenghuni, apa mereka semua sudah terlelap? Tapi rasanya tidak mungkin, biasanya jam 10 malam Zee maupun Keynal masih terlihat, entah menonton televisi atau bermain PlayStation di ruang keluarga.

"Aran, kamu sudah pulang."

Aran terkesiap, reflek ia berbalik dan mendapati Shani yang berjalan menuruni tangga. Shani terlihat melempar senyum, raut wajahnya tidak terlihat dingin seperti biasa. Pemandangan yang sangat langkah semenjak Aran mengenal gadis itu.

"Rumah sepi, mereka pada kemana?" Aran memperhatikan penampilan Shani, kimono warna maroon berbahan sutra itu membalut tubuh rampingnya, memperjelas lekuk tubuh Shani. Apa maksud Shani berpakaian seperti itu di depannya?

"Keluar untuk makan malam, merayakan naiknya nilai Zee, lebay banget emang mereka." Shani tersenyum miring dalam hati, ia bisa melihat tatapan Aran yang tak lepas memperhatikan penampilannya malam ini. Memakai kimono dan sedikit riasan make up tentu akan membuat siapapun tergoda, belum lagi dengan lingerie yang tersembunyi di balik kimononya.

Shani mendekat, senyuman manisnya ia pamerkan pada Aran, sedang tanganya mulai bergerak melepas sampul dasi yang melilit leher sang suami.

"Shan, aku bisa sendiri."

"Gapapa bisr aku aja, kata Papa latihan jadi istri yang baik." Shani masih tersenyum, setelah dasi itu terlepas Shani tak juga menurunkan tanganya, ia jutsru malah turun bergerilya mengusap dada bidang Aran yang terbalut kemeja kerja berwarna putih. Shani tersenyum senang, degupan jantungnya Aran bertanda jika ia berhasil menggoda pria itu. Sepertinya Sisca salah, tanpa obat perangsang pun Aran bisa dengan muda ia goda. Dasar pria murahan.

Aran hanya bisa pasrah dangan segala tingkah aneh Shani, namun setelahnya ia tersenyum, senyuman yang tampak sekali menunjukan keheranan.  Ada apa dengan Shani hari ini?

"Kamu sekarang naik keatas dan mandi, aku mau buatin kopi dulu dulu buat kamu." Shani mundur setelah menyerahkan dasi ke tangan Aran. "Kamu suka kopi kan, atau mau teh aja?"

"Aku baru selesai ngopi di kantor, mungkin teh aja." Aran menjawab sedikit ragu, bulu kuduknya mulai merinding mendengar Shani berucap begitu lembut dan halus.

"Oke, aku kedapur dulu."

Sepeninggalan Shani Aran tak juga beranjak, ia masih menatap kepergian Shani dangan aneh. Entah ini perasaannya saja atau tidak Shani seperti kerasukan jin baik. "Apa ini pengaruh dari temen-temanya ya, sepertinya aku harus berterima kasih pada temanya yang baik itu." Aran terkekeh pelan lalu menggelengkan kepalanya, ini masih terasa aneh buatnya.

Shani: Sepertinya rencana gue bakalan berhasil Sis, belum minum obat itu aja dia udah klepek klepek, lol.

Shani mengirim pesan pada Sisca semberi menunggu air rebusannya matang, di tangan kirinya sudah memegang botol kecil yang kata Sisca akan membuat seseorang kehilangan kewarasannya ketika meminumannya.

Sisca: Lo harus tetep kasih itu Shan, kalau dia udah minum dia bakal kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Inget, lo harus kuat buat menghindar kalau lo gak mau kena coblos.

WHY SHOULD LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang