"Mau sampai kapan di rumah mami, gak kasihan sama Gito sendiri di rumah."
"Dia banyak saudara, banyak yang dukung, beda sama aku." jawab Chika pelan.
"Yessica, bisa kamu jelaskan apa maksud kamu?"
Chika yang semula melamun menatap tanaman di teras rumah jadi mengalihkan pandangan menatap maminya, "Aku anak tunggal, papa udah lama gaada. Dan aku cuma punya mami, tapi mami gak pernah benar-benar bisa anggap aku anak. Mami gak pernah dukung keputusan aku, gak pernah mau ngerti apa yang aku inginkan dan apa yang aku butuhkan. Mami juga sibuk kerja."
"Terus selama ini Mami kerja siang malam buat siapa? Buat Pak Yarto satpam komplek?"
Chika tersenyum kecut, menggeleng pelan menerima respon sang mami, "Mami selalu ngomong ingin yang terbaik buat aku, tapi mami lupa terbaik buat mami itu belum tentu terbaik buat aku."
"Yaudah terus kamu maunya gimana Yessica, kamu mau mami melakukan apa untuk kamu?"
"Aku gak minta Mami apapun, aku cuma minta Mami hargailah keputusan aku."
"Terus dengan kamu bercerai dari Gito kamu bisa balik lagi sama Aran?"
Angin malam berhembus kencang menerbangkan helian rambut Chika yang tergerai. Perempuan yang baru saja mewarnai rambut itu nampak diam mematung, Chika tidak memilki kalimat untuk menjawab pertanyaan dari maminya. Jika Chika bercerai maka dia akan menjadi janda, dan Aran, dia masih jadi suami orang.
"Kamu gak ada dapat apa apa selain rasa sakitnya. Coba sekarang buka mata kamu lebar lebar. Ada dia memperjuangkan kamu, atau setidaknya mempertahankan hubungan kalian? Aran, pria yang kamu bangga bangga kan itu cuma bisa pasrah. Berkali kali Mami katakan Aran itu jauh di bawah Gito Yessica."
"Tapi yang aku cinta itu Aran Mih, bukan Kak Gito, dan yang aku mau itu Aran, bukan Kak Gito ataupun pria lain di luar sana." bantah Chika tanpa sedikitpun takut pada maminya. Jika saja maminya dulu memberi restu mungkin Chika dan Aran akan menjadi pasangan yang bahagia, Aran tidak harus menikahi perempuan yang tidak menghargainya.
"Terus kamu mau bersaing sama adiknya Gito gitu? Mampu kamu saingan sama putri satu satunya Keynal Natio itu? Kalau mampu silahkan, mami gak akan halang, terserah kamu maunya gimana." Aya susah geram, dengan segera ia berlalu masuk meninggalkan Chika di teras rumah. Biar saja putrinya itu kakinya merah merah di gigit nyamuk.
Bahkan setelah sang mami berlalu masuk Chika masih tak melupakan kalimatnya pedasnya itu. Sebenernya apa yang sedang Chika pikirkan, bersaing dengan istri pria yang di cintai, apa itu terdengar masuk akal? Bahkan baru mendengar kata istri saja Chika sudah kalah telak, nyatanya pria yang di cintai setengah mati itu sudah di miliki oleh seorang perempuan yang mungkin lebih memilki segalanya dari dirinya.
*
Pagi ini, langit sedang cerah-cerahnya. Awan putih di atas langit yang membiru begitu nyaman untuk di pandang. Seharusnya pagi ini jadi pagi yang indah, tapi tidak untuk sebagian orang. Zahran Permana, adalah pria dengan segala permasalahan di hidupnya. Jika tidak ada tangan dari Keynal Natio yang merengkuhnya, mungkin Aran masih menjadi seorang anak yang luntang lantung mencari jati diri, sibuk bertanya pada semesta siapa sosok orang tuanya.
Tak pernah sehari terlewati untuk Aran tidak mengucap syukur, balas budinya pada keluarga ini mungkin sampai nanti ia mati.
Pagi ini begitu cerah, namun hatinya justru di raung mendung. Aran terbangun dengan penyesalan dan perasaan bersalah yang tiada tara. Wajah ayu perempuan di sampingnya
saat terlelap membawa pikiran Aran pada kejadian semalam, dimana dangan paksa ia merenggut keperawanan perempuan itu karena amarahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY SHOULD LOVE [END]
Fanfiction"Bersamamu adalah kesalahan yang tidak pernah aku inginkan." "Apapun itu, kamu tanggung jawab aku mulai sekarang."