47

2.7K 268 172
                                    

Langkahnya gontai, sorot matanya meredup, luka lebam dan sobekan di area wajah mengundang tatapan iba setiap orang yang melihatnya.
Menyedihkan, seolah ia hidup hanya untuk menjadi guyonan.

"Jelaskan, apa maksudnya ini?"

Pertanyaan yang sedikit mengancam itulah yang menyambut Aran ketika langkahnya sampai di dapan ruangan dimana, Shani, harus melakukan
operasi Caesar untuk mengeluarkan bayinya.

Lidahnya kelu menatap tumpukan kertas yang sudah Aran tau apa isinya, Aran tidak mampu menjawab, suaranya seakan habis untuk menyalahkan dirinya sendiri yang tidak bisa menjaga istrinya dengan baik sehingga terpaksa harus melahirkan sebelum waktunya.

"Kamu mau ninggalin Shani? Ninggalin Mama? Iya?!"

Aran masih terus menundukkan kepalanya, sampai sebuah tangan mengangkat dagunya dan detik itu juga rasanya ia kehilangan detak jantungnya sendiri melihat air mata yang mengalir deras dari kedua mata mamanya.

"Kamu tau Aran, Mama gak akan pernah sanggup untuk kehilangan kamu, kamu gak boleh pergi, apapun alasannya." nada suara Veranda merendah, tangannya bergetar mengusap setiap luka di wajah putra angkatnya itu, Cindy bilang Gito memukuli Aran tanpa ampun,"Mama mohon, jangan uji Mama dengan kehilangan lagi, Mama gak sanggup."

Aran memejamkan matanya saat tubuhnya di peluk paksa, isak tangis dari mamanya soalah adalah hantaman keras untuk hatinya.

"Masih berani kesini ternyata." entah sejak kapan Gito sudah ada di belakang Aran dan langsung menarik kasar kemeja pria itu, "Masih punya malu, huh?"

"GITO." Veranda berteriak panik saat Gito memukuli wajah Aran, "Sudah Gito, kita lagi di rumah sakit."

"Karena si brengsek ini kita harus bertemu di rumah sakit." kepalan tangan Gito yang hendak kembali menghantam Aran terurungkan saat mamanya berdiri di depan Aran, menghalangi dari pukulannya.

"Udah berhenti, inget Aran juga adik kamu, kamu yang paling excited sewaktu dia datang untuk pertama kalinya di rumah."

"Dan aku menyesalinya, kalau aja aku tau dia bakal jadi pengkhianat di rumah kita aku gak akan mau terima dia menginjakan kaki di rumah."

Aran harus kembali pasrah saat pukulan itu kembali ia terima, tak ada perlawanan sama sekali walaupun sebenernya Aran mampu, sampai kapanpun Aran tidak akan berani menyakiti seseorang yang pernah mengulurkan tangan ketika dirinya jatuh.

"Pengkhianat, aku tidak punya ampun untuk seseorang yang udah melecehkan istriku."

"Aku tidak pernah melecehkan siapapun."

"Bajingan."

"Gito sudah cukup." Veranda berhasil menarik tubuh Gito menjauh dari Aran, "Papa akan marah kalau tau kamu sekasar ini." Veranda menatap tajam Gito.

"Papa juga akan marah kalau tau anak kesayangan itu jadi luka terbesar buat keluarga kita."

Plak...

Tangan Veranda bergetar setelah berhasil menampar putranya, untuk pertama kalinya.

"Mama belain dia? Mama tau, dia selingkuh sama Chika, dia reb-"

"Kamu yang rebut Chika dari Aran, dan kesalahan Aran dia yang menutupi hubungannya dengan Chika."

Aran yang sudah begitu lemah memilih untuk menjatuhkan tubuhnya bersandar pada tembok, tanganya memegang kepalanya menyembunyikan kesedihan hatinya.
Aran bahkan tidak sadar jika Veranda sudah menarik kasar tangan Gito menjauh dari ruangan setelah menerima tegur dari petugas.

Sekarang hanya ada Aran seorang diri depan ruang operasi, melamun dan terus berusaha meredam apa yang berkecamuk di kepalanya.

Seorang perempuan cantik dengan balutan jas putih berdiri tepat di depan Aran, menekuk kakinya sampai berjongkok dan melihat jelas luka luka di wajah Aran, hatinya nyeri, sampai kapan ia harus melihat pria ini menderita?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 16, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WHY SHOULD LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang