43

2.6K 370 71
                                    

Di luar sedang gerimis, Shani yang sejak 20 menit lalu duduk di kursi balkon kamar mulai merasakan dingin, padahal sweeter rajut agak tebal itu sudah membungkus tubuhnya.

Meski begitu Shani menyukai suasana ini, beberapa kali terasa tendangan dalam perutnya, sepertinya bayi dalam kandungannya juga menyukai suasana ini. Meski dingin malam ini terasa sedikit menenangkan.

Cting...

Ponsel diatas meja bergetar, terlihat ada satu notif dari Aran.

Aran: Aku udah mau pulang, mau nitip sesuatu gak?

Shani melihat jam, baru menunjukkan pukul 7 malam lebih dikit, tumben sekali pria itu pulang lebih awal, biasanya jam 9 keatas baru sampai rumah atau bahkan lebih malam lagi.

Aran: Mau aku bawain makan dari luar? Ratu bilang tadi kamu cuma makan dikit.

Decakan kesal keluar dari mulutnya, perkara makan sedikit saja harus di laporkan, lama-lama Shani kesal juga dengan adanya perempuan itu di rumahnya.

Aran: Jangan nyalahin Ratu, aku sendiri yang tanya sama dia.

Waw hebat sekali Aran tau pikirannya, keduanya memang sama-sama memiliki sifat yang menyebalkan, tapi Aran yang lebih menyebalkan. Shani memilih untuk tidak membalas pesan itu, tanganya sibuk mendekap tubuhku sendiri mencari sedikit kehangatan.

Tapi, gerimis kecil seperti ini malah mengingatkan Shani pada perjalanan pulang dari panti asuhan waktu itu, lebih tepatnya saat Aran memaksanya mampir untuk makan pecel lele di warung sederhana tepi jalan. Pengalaman pertamanya makan di warung tepi jalan itu tidak begitu buruk, meski awalnya ragu dan sedikit khawatir namun sesampainya disana ia malah begitu sangat menikmatinya. Aran sedikit berhasil membuatnya sedikit terkesan dengan membawanya ke tempat tempat yang sebelumnya paling anti untuk Shani datangi, dan sekarang Shani malah menginginkan makan di tempat itu lagi.

"Kamu mau makan apa, Papa kamu nanyain?" Shani menunduk untuk melihat tanganya yang sedang mengusap usap perutnya, "Penyetan enak sih, kita makan itu aja ya? Daripada makan di bawah kurang enak," Shani terkikik sendiri, ia berbicara seolah bayi di perutnya itu bisa mendengar dan menjawab, kebiasaan Aran yang dulu ia anggap bodoh malah sering ia lakukan sekarang, "Bentar aku chat Papa kamu dulu."

"Mau nitip Penyetan, mau ikan lele, ayam, sama bebek goreng, kremesan sama sambalnya minta banyakin, itu yang mau anak kamu bukan aku."

Aran: Oke siap di terima, tapi sebanyak itu emang habis?

"Kalau ga habis kan ada kamu."

Aran: Baiklah Ibu Negaraku, di tunggu ya aku usahain gak sampe satu jam sampai.

"Dih, apaan pake gombal segala, dia pikir dia presiden apa pake ibu negara segala." decakan itu hanya berlangsung beberapa detik karena setelahnya Shani malah mengulum senyum dengan memeluk ponsel di tanganya.

Shani berpikir untuk menunggu Aran di ruang keluarga sembari menonton film, tapi ternyata ia keduluan oleh Ratu, terlalu malas untuk balik akhirnya Shani memilih untuk bergabung.

"Aku disini gak ganggu kamu kan?"  Shani mengambil tempat di sofa single dekat Ratu.

"Kenapa aku harus merasa terganggu, kan ini rumahnya Ci Shani," Ratu membalas tatapan Shani dengan senyuman, toples berisi kue kering di depannya ia geser sampai di depan Shani, "Makan Ci, buatan tangan langsung dari Mama Ve, rasanya enakk banget."

"Mama yang buat? Serius?" Shani mengambil satu dan langsung memakannya, ini beneran enak, tapi Shani baru tau kalau mamanya itu bisa membuat kue kering seenak ini.

"Rumah sepi ya gaada Zee sama Cleo, biasanya dua orang itu yang paling berisik di rumah." ada sekitar setengah jam film di televisi berputar tapi Ratu tidak bisa benar-benar menikmati tayangan di depannya, ah, andai Zee dan Cleo ada di rumah pasti hari liburnya tidak akan semembosankan ini.

WHY SHOULD LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang