Seseorang pernah berkata bahwa manusia itu makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, sebab itu butuh yang namanya keluarga. Dan bagi Aran, keluarga tidak semerta-merta harus memiliki hubungan darah, mereka sudah bisa di katakan keluarga ketika memiliki rasa empati yang sama, serta kasih sayang yang setara.
Terlepas dari ujian hidup yang di terima, Aran teramat sangat bersyukur keberadaannya banyak di terima, meski sampai sekarang orangtunya masih jadi tanda tanya. Panti asuhan serta anggota keluarga Natio adalah keluarganya, orang tuanya, serta kakak adiknya ada di mereka.
Dan hari ini, tidak ada yang lebih indah dari ketika menyaksikan tawa kedua bidadarinya begitu lepas, Uma dan Mama Veranda, entah lelucon apa yang sedang mereka tawakan. Hati Aran menghangat luar biasa, Aran harap pemandangan indah sperti ini bisa Aran lihat lagi di kemudian hari.
"Oma kalau ketawa kenceng, mirip seperti Cici," Cleo yang berada di atas punggung Aran berkomentar, ikut serta melihat apa yang menjadi fokus pamanya beberapa menit lalu. Uma dan Oma terlihat asik bercengkrama seraya memetik kacang untuk di bawa pulang.
Aran meperbaiki gendongan Cleo di punggungnya, kembali berjalan mengelilingi kebun yang musim ini banyak di tenami kacang panjang. Di kebun ini hanya ada mereka berempat karena Aran sudah meninggalkan Kak Gito, Zee, dan kedua sahabat Shani di curug air terjun, sedangkan pengantin baru itu memilih mojok di gubuk milik orang.
"Emang Cleo pernah lihat Cici ketawa?" Aran penasaran, untuk melihat perempuan itu tersenyum butuh effort yang besar apalagi dengan tertawa, seseorang yang bisa membuat Shani tertawa pasti bukan sembarang orang.
"Pernah, waktu Cici nonton netflik, Cici kayak orang gila ketawa sendirian, terus tiba-tiba nangis, terus waktu aku berisik Cici jadi marah-marah, mirip orang gila kan Paman,"
Cleo sangat lucu, Aran di buat tertawa karena kepolosanya ketika bercerita. Jika Shani medengarnya Aran tidak bisa menjamin Cleo masih bisa tersenyum seperti sekarang.
"Paman Aran, Kle kangen sama Opa, kalau Opa masih ada Opa pasti seneng banget Cici punya dede,"
Aran melihat tiba-tiba saja Cleo mendongak keatas, melihat langit seolah olah sedang melihat Opanya tanpa peduli matanya sakit kena silauan matahari.
"Kenapa Opa pergi begitu cepat? Kasihan Oma sedih terus di rumah,"
Aran menurunkan Cleo di atas rumput kering, menekuk kaki berjongkok menyamakan tinggi bocah 4 tahun itu, Aran tersenyum, "Cleo, diatas sana Opa udah bahagia, jangan ganggu tidur tenang Opa dengan kesedihan Cleo ya," gerakan lembut tangan Aran di pipi Cleo akhirnya membuat bocah itu mengangguk, "Pinter ponakan Om, pokoknya kalau Cleo lagi kangen Opa bacain doa aja ya, jangan ngeluh ngeluh sedih kenapa Opa pergi, Cleo ngerti?"
"Ngerti Paman, Mama Chika udah pernah ajarin doa nya,"
Aran menggantungkan senyuman, ia jadi berpikir apakah Shani juga akan mengajarkan doa-doa untuk anak mereka?
"Cleo, kalau dedenya udah lahir Cle mau kan main sama dedenya, jagain dedenya?"
"Pasti dong paman, Kle akan sangat menyayangi dedenya,"
Aran mencubit gemas pipi gembul ponakanya kemudian tertawa puas, dengan adanya Cleo Aran percaya bahwa anaknya tidak akan kesepian nantinya di rumahnya hanya saja Aran ragu apakah bisa anaknya bermain dengan Cleo di rumah setelah adanya kesepakatan itu. Shani begitu menggebu ingin mengusirnya dari rumah, tapi dengan adanya ikatan batin antara ibu dan anak, Aran berharap Shani akan menerima dan menyayangi anak mereka, tidak harus sekarang tapi perlahan, Aran yakin itu.
"Onil, bisa kesini sebentar?" panggil Shani pada Onil yang kebetulan sekali baru kembali dari ladang, kelihatanya, setelah melihat celana pria itu sedikit berlumpur, tapi anehnya Onil tidak bersama Indah.
![](https://img.wattpad.com/cover/314208176-288-k835926.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY SHOULD LOVE [END]
Fanfiction"Bersamamu adalah kesalahan yang tidak pernah aku inginkan." "Apapun itu, kamu tanggung jawab aku mulai sekarang."