17

1.5K 221 30
                                    

Dalam bayangan Shani, panti asuhan itu seperti bangunan kumuh tempat seseorang menaruh seorang anak, atau bahasa kasarnya tempat penampungan anak. Disana tidak ada fasilitas apapun selain rumah tempat mereka meneduh kala panas dan juga hujan. Hidup di pelosok yang jauh dari kota.

Dan ketika Aran membawanya berkunjung ke panti asuhan yang terletak di kota terpencil di Garut, Shani begitu terkejut dan cukup speechless melihat bangunan itu yang cukup jauh dari bayangannya.
Benarkah ini yang di namakan panti asuhan? Sebagus ini, selayak ini? Shani rasa ini lebih seperti hotel, bukan panti asuhan.

"Kamu gak mau turun? Kita udah sampai."

Suara Aran menyadarkan Shani dari lamunanya. Shani menoleh kearah Aran dan melihat pria itu sudah melepas seat belt dan siap untuk turun dari mobil. "I-ini rumahnya? Panti kamu disini?"

Aran tersenyum, ia mewajarkan keterkejutan Shani. "Kamu tadi gak lihat ada plang di depan? Panti asuhan Kasih Bunda, ini panti aku." Aran menatapnya bangunan besar di depannya ini, setelah beberapa bulan akhirnya ia bisa kembali mengunjungi rumahnya lagi. Pelataran rumah tempat mobilnya berhenti saat ini berhasil mengingatnya pada zaman masa kecilnya, dimana ia sering menggunakan halaman depan ini sebagai tempat bermain bola.

Shani membuka pintu dan melangkah keluar mobil, saat ini ia berdiri atas tanah bertumput. Mengedarkan pandangannya Shani menemukan arena bermain tak jauh dari tempatnya, disana juga ada beberapa anak kecil yang kelihatannya sedang bermain ditemani oleh satu pria dewasa.

Aran tersenyum seraya menggelengkan kepalanya pelan. Setelah turun dari mobil Aran tidak langsung masuk kedalam, ia berdiri tegak di dapan bangunan besar yang dulunya ia tinggali selama beberapa tahun. Dulu bangunan ini tidak sekokoh ini, tidak sebesar dan sebagus ini, dulu panti ini hanyalah bangunan sederhana dengan beberapa dinding yang mulai retak. Ketika hujan ada beberapa genteng yang bocor dan terpaksa mengambil beberapa ember agar rumah tidak banjir tergenang oleh air.

Banyak kenangan yang tercipta disini, masa kecil yang indah, dan segala bentuk perjuangan.

"Aran, kamu sampai sampai nak. Bunda nungguin tadi di dalam." sosok wanita tua muncul dari balik pintu bercat coklat, senyumnnya menyambut kedatangan Aran dengan penuh kehangatan, "Bunda seneng banget waktu tau kamu mau datang, Bunda kangen kamu."

"Aran juga kangen sama Bunda, maaf ya Bun Aran baru sempat datang hari ini." Aran membalas pelukan itu tak kalah eratnya, menikmati dekapan hangat yang tidak pernah berubah, Aran selalu merasa aman, terjaga dan di sayangi lewat pelukan ini.

"Gapapa, bunda ngerti kok, disana Aran pasti sibuk kerja. Aran masih inget Bunda aja Bunda udah bersyukur banget." Nani melepas pelukannya, tanganya terangkat keatas untuk mengusap wajah Aran. Nani tersenyum, putranya ini tumbuh semakin tampan, ternyata Tuan Keynal menepi janjinya untuk mengubah hidup Aran jauh lebih baik dari sebelumnya. Nani teramat sangat bahagia dan bersyukur melihat kehidupan putranya baik-baik saja di kota.

Pandangan Nani beralih pada sosok perempuan di samping Aran, terlalu senang melihat kedatangan Aran sampai ia tidak sadar jika putranya datang tidak sendirian, dia datang bersama istrinya.

"Yang ini yang namanya Shani? Aduh cantiknya." pujian itu langsung terlontar begitu saja dari mulutnya.

Shani tersenyum canggung, namun tak lama darisana ia tersadar dan meraih tangan perempuan dewasa di depannya untuk ia cium punggung tanganya. Setidaknya ajaran Varanda yang satu ini berguna untuk dirinya terlihat lebih sopan di depan perempuan yang sudah berumur ini.

"Selamat untuk pernikahan kalian ya, maaf Bunda gak bisa hadir karena Bunda gak bisa ninggalin anak-anak sendiri." raut wajah sesal terlihat dari wajah Nani.

WHY SHOULD LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang