WHY SHOULD LOVE [END]

15

Aran menatap dirinya sendiri lewat pantulan cermin datar di kamar, kamar lamanya yang hampir seminggu ini ia tempati lantaran Shani masih kesal setelah insiden di dapur itu. Aran tersenyum tipis ketika kembali mengingat kejadian itu, kejadian yang membuat mereka harus tidur terpisah, di jauhi atau bahkan di diami, entah karena marah atau malu Aran sama sekali tidak bisa menebaknya. Shani dangan segala kepribadiannya memang terkadang sangat membingungkan.
Kadang-kadang Shani memang sepolos itu meskipun kepolosannya menyimpan sejuta rencana yang harus banget Aran waspadai.

Aran mengehela napas perlahan setelah selesai menyisir dan merapikan rambutnya, meletakan sisir yang sebelumnya ia gunakan. Aran memperhatikan penampilannya sendiri lewat kaca di depan, ia tersenyum saat merasa penampilannya sudah rapi. Kaos polo berwarna Vany melekat sempurna di tubuhnya yang gagah, di padukan dengan celana pendek berwarna putih juga sepatu olahraga putih. Aran tersenyum senang, ia sudah siap untuk berangkat ke Royale Jakarta  Golf Club untuk bermain golf disana.

Kegiatan seperti olahraga dan berkumpul keluarga sudah menjadi rutinitas rutin setiap weekend. Selain untuk membakar kalori kegiatan positif ini juga berguna untuk merefleksikan otak untuk menjernihkan pikiran setelah hampir seminggu berkutat dengan segala macam pekerjaan yang membuat kepala pusing dan juga stres.

Keynal memiliki lapangan pacuan kuda dan beberapa kuda peliharaan di kawasan Jakarta Timur, juga lapangan khusus tembak dan panahan, semua itu awalnya di bangun untuk menyalurkan hobinya juga hobi anak-anaknya entah dalam menunggang kuda, tembak menambak atau memanah, namun seiring berjalannya waktu itu semua dijadikan ajang dalam berbisnis dan sekarang jadi salah satu aset dangan hasil yang menjanjikan.

Jika biasanya Keynal mengajak ke-salah satu tempat itu maka lain hal dengan sekarang yang mana dia harus bermain golf atas permintaan sang Ratu, Nyonya Jessica Veranda, yang mau tidak mau harus Keynal realisasikan meskipun dia sangat payah dalam permainan bola kecil itu. Dan Aran, ia harus selalu patuh dan menuruti saja apa mau mereka.

"Sudah siap semuanya Pah, berangkat sekarang?" Aran berjalan menghampiri mertua serta iparnya yang ternyata sudah menunggu di teras rumah.

"Sudah semuanya, tinggal nunggu Nona Shani Indira selesai berdandan." Keynal menepuk pelan pundak Aran, "Udah seminggu, nanti malam kamu bisa tidur sama dia lagi." Keynal tersenyum menggoda, dalam pikirannya hubungan putrinya dengan Aran sudah lebih baik dari sebelumnya.

Aran hanya tersenyum menanggapinya, jujur tidur di kamar terpisah lebih baik baginya karena tubuhnya tidak perlu pegal setiap pagi karena harus tidur di lantai, ya meksipun itu maunya sendiri.

"Seneng deh Mama lihat pemandangan ini, cantik-cantik, ganteng, ganteng," senyuman Veranda merekah sempurna menatap satu persatu yang ada disana, "Cleo juga genteng banget hari ini. Siapa dandanin Sayang?"

Cleo melompat riang saat namanya di ikut sertakan dalam pujian itu, "Mama Chika yang dandanin Oma, tapi kalau topinya Paman Zee yang beliin,"

Chika mengusap lembut kepala anaknya yang terbungkus oleh topi lalu melirik Aran, pria itu terlihat lebih cerah dari biasanya. Apa Aran sungguh bahagia dalam pernikahanny?

Zee tersenyum bangga lalu mengangkat dua jempolnya, idenya untuk membantu ponakan ber-outfit memang selalu memuaskan,"Oh ya, aku juga beli topi buat Kak Aran, jadi kita kembaran bertiga, semoga suka ya kak." Zee mengeluarkan topi berwarna putih yang sebelumnya ia sembunyikan di belakang tubuhnya.

"Bagus banget Zee, makasih ya." Aran menerima topi dari tangan Zee dan langsung memakainya. Bersamaan dengan itu, sang Nona yang sedang di tunggu pun tiba. Shani turun dengan setelan yang tak jauh berbeda dari Veranda dan Chika, nyaris Sama, sampai Aran berpikir jika kemarin mereka baru saja belanja untuk membeli baju yang sama, ah ralat, hanya Chika dan Mama Veranda yang belanja karena Shani mana mau ikut gabung bersama mereka.