2

1.7K 245 11
                                    


Dulu, waktu pertama kalinya Keynal membawanya kerumah, perhatian Aran langsung tertuju pada sosok gadis kecil yang saat itu sedang asik bermain sepeda roda 4 bersama para pelayan. Shani Indira Natio, putri kecil keluarga Natio yang memiliki paras sempurna. Aran mengakui kecantikan itu, kecantikan yang tidak habis di makan waktu, Shani masih sama cantiknya seperti belasan tahun yang lalu, atau bahkan lebih cantik lagi.

Sejak saat itu Aran mulai berharap bahwa di rumah barunya ia akan hidup jauh lebih baik, dan harapannya terkabul, kehidupannya jauh lebih baik dari dulu ketika masih tinggal di panti asuhan. Semua orang menyayanginya, memperhatikan dirinya tanpa memandang rendah statusnya. Tapi, ada satu harapannya yang tak terkabul, keinginannya untuk berteman dengan Shani harus ia kubur dalam-dalam ketika gadis kecil itu terang terangan mengutarakan kebenciannya sampai berkeinginan untuk mengusirnya.

Setiap hari, ia hanya bisa memperhatikan Shani dari jauh, bersembunyi di balik pohon bonsai agar kehadirannya tidak di ketahui. Itu semua ia lakukan agar bisa melihat Shani bermain.

Aran berusaha menjaga Shani dengan caranya sendiri, setiap kali Shani terjatuh dari sepeda ia akan menjadi orang yang paling merasa bersalah. Dan itu berlaku sampai sekarang, ketika mereka sama sama sudah beranjak dewasa.

Tak ada perkembangan dari hubungan mereka, Shani masih dengan kebenciannya dan Aran yang hanya bisa berdiri di belakang punggung Shani.
Mau sampai kapanpun langkah mereka tidak akan pernah sejajar, Aran seakan di takdirkan untuk selalu berdiri di belakang tubuh seorang Shani Indira.

"SHANI," Aran berseru panik ketika melihat sebuah bola voli melayang kearah Shani, langkahnya yang berlari mendekati tiba-tiba terhenti melihat seorang pria yang entah siapa tiba-tiba datang dan menyelamatkan Shani dari hantaman bola, jauh lebih cepat dan sigap darinya.

Aran mengehela napas lega, bola itu berhasil di tangkap dan tidak jadi mengenai kepala Shani.

"Kamu gapapa?"

Shani mendongak menatap wajah pria yang telah menyelamatkannya, kepalanya menggeleng lirih lalu menoleh ke belakang, melihat Aran masih berdiri dari jarak dua meter darinya.

"Sorry bro tadi gue gak sengaja." pria lain muncul tanpa menggunakan baju bagian atas, tanpa bertanya pun mereka sudah menduga bahwa pria itu adalah salah satu dari yang bermain voli di tepi pantai.

"Its okey, lain kali hati-hati." pria yang menyelamatkan Shani melempar bola pada pemiliknya, pandangannya kembali pada Shani yang masih menatap ke belakang, sampai tak lama pandanganya mengikuti, ikut melihat apa yang menjadi pusat pandangan Shani.

"Loh, Aran." ucapnya sedikit tidak percaya melihat siapa yang ia lihat, senyumnya terbentang hingga tak lama kalinya melangkah mendekati teman kuliahnya. "Lama kita tidak bertemu, apa kabar lo bro?"

"Baik baik, kamu sendiri gimana Fen? Tiba-tiba ngilang gitu aja?" Aran membalas pelukan Fenie tak kalah eratnya.

"Ya gitu, aku gak bisa nolak permintaan Mama buat iku menetap di Bali. Nasib anak broken home emang," Fenie terkekeh pelan untuk candaan yang ia lontarkan sendiri, sampai ia teringat sesuatu dan langsung menunjuk ke arah Shani, "Dia itu pacar baru kamu Ran?"

"Enggak, aku bukan pacarnya." sela Shani cepat.

Aran membalas tatapan Shani. "Namanya Shani, anaknya Om Keynal."

"Ooh, saudara kamu."

"Sejak kapan aku sama dia saudara? Jangan sok tau deh."

Fenie meneguk kasar ludahnya mendengar selaan itu, pandangan pertamanya tentang Shani tidak salah, gadis itu memang sangatlah cantik, namun tidak dengan sifatnya yang ternyata cukup galak.

WHY SHOULD LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang