20

2K 250 75
                                    

"Hujannya deres banget, ini gimana kita pulangnya?" Shani mengeluh setelah Aran membawanya untuk meneduh. Hujan mengguyur tubuh mereka ketika dalam perjalanan kembali ke panti setelah sebelumnya mereka asik bermain dan mandi air dalam Curug. Dan kini, Shani dan Aran sama-sama terjebak di bawah naungan pohon besar di ujung ladang entah milik siapa. "Kamu sih gak mau udahan mandinya, jadi kehujanan kan kita pulangnya."

"Nunggu reda dulu atau mau di terobos aja, udah sama-sama basah kan?" Aran mengusap wajahnya yang basah, ia terkekeh pelan saat menyadari tatapan Shani yang teramat kesal padanya.

"Tapi masih jauh, dan juga-" Shani mengalihkan pandangannya menatap ke sekitar yang mulai gelap, kilatan kilatan petir yang muncul beberapa kali membuatnya tak hanya menggigil kedinginan tapi juga ketakutan. Shani, dia takut sekali dengan petir.

"Shan, baik-baik aja?"

Shani berdecak menatap Aran yang tidak sedikitpun merasa bersalah, apa pria itu tidak sadar jika yang dia lakukan berhasil menempatkanya pada ketakutan, "Aku gak baik-baik aja karena kamu Aran, karena kamu kita kejebak disini. Mana deres banget lagi hujannya." Shani masih tak menghentikan omelanya, ia masih mencoba berpikir keras bagaimana caranya keluar dari tempat ini. Shani ingin segara sampai di panti dan menghangatkan tubuhnya yang sejujurnya sangat kedinginan.

"Maaf ya Shan, aku kira kita gak bakal kehujanan tadi." senyuman tipis itu Aran berikan pada Shani, seiring dengan kedua tangannya yang bergerak menggapai kedua tangan Shani yang mulai mengkerut. Aran mengenggam tangan itu dengan lembut, "Kita neduh dulu disini gapapa, bentar lagi pasti reda kok."

Shani menundukkan kepalanya ketika merasakan sedikit kehangatan di kedua tangannya, genggaman tangan Aran membuat kekhawatirannya sedikit meluruh.

"Jangan takut ya, aku akan jaga kamu dari segala macam bahaya." Aran memanggangkat kedua tangan Shani, memberikan gesekan gesekan lembut disana setelah sebelumnya ia meniup kedua tangan itu, berharap bisa memberi sedikit kehangatan disana.

Shani tak bersuara, ia masih memperhatikan bagaimana cara Aran saat memberinya kahangatan, antara merasa bersalah atau memang pria itu tengah mengkhawatirkannya.

"Shan, tidak jauh dari sini ada gubuk, kita neduh disana aja gimana? Disana jauh lebih aman daripada disini."

Shani mengangguk pasrah saat Aran menarik tangannya, namun baru beberapa kali melangkan Shani meringis tertahan merasakan sesuatu mengenai telapak kakinya.

"Kenapa Shan?" Aran berbalik menatap Shani yang menahan ringisan.

"Sakit Ran, kayaknya aku nginjak benda tajam." Shani memejamkan matanya, dirinya yang pada dasarnya tidak tahan dengan rasa sakit pun langsung meringis, rasanya begitu sangat perih.

Aran berjongkok, meski sedikit gelap ia bisa melihat ada noda darah dari telapak kaki Shani, ternyata Shani menginjak batu tajam disini. "Sakit banget ya? Aku gendong kamu aja ya? Kamu bantu aku bawa ini."
Aran menyerahlan kresek berisi kemejanya serta ponsel Shani yang sempat selamat dari hujan.

Aran mengambil satu daun pisang di dekatnya dan langsung menyerahkan pada Shani, "Biar kepala kamu tidak sakit kena rintikan hujan nantinya."

"Ran, kamu yakin? Aku bisa kok jalan." Shani mencegah Aran yang hendak berjongkok di depannya.

"Nanti ada kotoran yang masuk ke luka kamu Shan, udah kamu naik aja ya, percaya sama aku."

Dangan ragu Shani akhirnya naik keatas punggung Aran, melingkarkan satu tanganya dengan kuat di leher pria itu, dan satunya lagi membawa daun pisang yang sebenernya tidak begitu melindungi kepalanya.

"Siap?"

Shani menganggukkan kepalanya merasa siap, lagipula ia juga tidak yakin sanggup berjalan disaat kekinya sedang terluka, meski hanya goresan kecil sekalipun.

WHY SHOULD LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang