"Sepi sekali, orang rumah pada kemana?" Aya bergumam takjub melihat desain interior bangunan megah yang sekarang ia pijaki, namun sayangnya rumah besanya yang sebesar dan seluas ini terasa begitu hening. "Kamu sendirian Chik? Tapi gak bakal bosen juga sih orang rumahnya bagus, pasti fasilitasnya juga lengkap. Ada apa aja Chik, kolam renangnya di bawah atau di lantai atas?"
Chika menghela napas berat merasa lelah mengikuti ibunya yang tidak berhenti melangkah menyusuri setiap sudut rumah. Memang, rumahnya tidak sebesar ini, bahkan lebih kecil dari ruang tamu di rumah mertuanya ini, jadi wajarkan saja Aya bereaksi seperti ini, bahkan Chika pun sama sewaktu pertama kali menginjakkan kaki di istana megah ini.
"Besar sekali gucinya Chika, pasti harganya mahal sekali."
Chika menahan tangan Aya yang hendak menyentuh Guci besar di sudut ruangan, "Jangan di sentu Mi, itu guci kesayangan Mama Veranda, takutnya kotor."
"Emang kamu pikir tangan Mami kotor? Mama cuma pengen pegang aja kok, siapa tau nanti bisa kebeli." Aya menepis pelan tangan putrinya itu. Sepertinya ia datang di waktu yang tepat, saat semua anggota keluarga ini sedang ada kesibukan di luar sehingga ia bisa bebas disini, menganggap jika rumah ini juga rumahnya.
"Yang ini juga cantik ya, boleh Mama bawa pulang? Nyonya Veranda pasti tidak ke keberatan." kedua mata Aya berbinar mengambil salah satu guci kecil di atas meja. Veranda memiliki banyak koleksi guci, pasti tidak akan masalah jika ia meminta salah satunya.
"Tapi sayangnya yang Mama pegang bukan punya Mama Veranda." Chika mengambil kembali guci dengan tinggi 16 Inci itu, Guci antik yang Chika tahu harganya mencapai ratusan juta. "Ini punya Ci Shani, dan nyawa Chika akan jadi bayarannya jika sampai Mama lecetin sedikit aja barang punya dia." Chika meletakan kembali guci itu, jantungnya sudah berdetak.kencang tadi saat maminya mengangkat guci mahal ini. Bahkan setahun gajinya tidak akan cukup untuk membeli barang ini. Belum lagi dengan pemiliknya yang sangat galak dan sadis itu.
"Shani istrinya Aran? Aku kira perempuan kayak dia gak suka koleksi barang antik kayak gini."
"Sebenarnya Mami mau ngapain kesini? Bukankah Chika bilang besok mau kerumah Mami?" Chika menarik tangan Aya menjauh dari barang koleksi Veranda maupun Shani, Chika benar-benar khawatir jika Maminya akan merusak salah satu dari benda mahal itu.
"Emang salah ya mami mau lihat anak Mami sendiri? Mami cuma mau mastiin kamu hidup nyaman disini."
"Benarkah? Kalau semisal Chika bilang kurang nyaman bagaimana?"
Aya menatap lekat wajah putrinya, Seperkian detik setelahnya ia terkekeh. "Mana mungkin rumah sebagus ini tidak bisa memberikan kenyamanan." Aya menggelengkan kepalanya, mustahil putrinya tidak betah tinggal di rumah sebagus ini.
Chika tersenyum getir, bertahun tahun hidup bersama ternyata tidak juga membuat maminya sadar atas apa yang benar-benar membuatnya hidup nyaman.
"Kamu menjadi menantu orang terkaya di negara kita, suami yang tampan, mertua baik, kurang apalagi coba. Disini kamu gak akan merasakan sedikitpun yang namanya kekurangan Yessica."
Chika menepis lembut tangan Aya yang hendak membelai rambutnya, "Kenyamanan versi aku dan Mami itu berbeda, dan uang bukan segalanya buat aku Mi. Percuma aku bergelimang harga tapi hidup dengan pria yang tidak aku cinta, aku tidak akan pernah merasakan kenyamanan seperti yang Mami gembor gemborkan sebelumnya."
Senyuman Aya berganti dengan guratan wajah yang sama sekali tidak ada keramahan di dalamnya, tatapannya menajam mencoba mencermati apa yang barusan terucap dari mulut sang anak.
"Jangan bilang kamu masih cinta sama pria itu?"
Tanpa ragu Chika langsung menganggukkan kepalanya, "Iya, sampai saat ini Aran masih orang yang aku cinta."
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY SHOULD LOVE [END]
Fanfic"Bersamamu adalah kesalahan yang tidak pernah aku inginkan." "Apapun itu, kamu tanggung jawab aku mulai sekarang."