23

1.2K 203 30
                                    

Tangisan lirih itu memecah keheningan di malam ini, dalam dekapan seorang wanita yang tidak lagi muda ia menumpahkan segalanya. Rasa sakit atas kehilangan, terluka karena di paksa jatuh cinta,
juga rindu yang tidak berkesudahan. Perempuan dengan nama panjang Yessica Tamara itu tidak bisa menghitung berapa kali jemarinya mengusap air matanya, namun sedikit banyaknya hatinya melega karena bercerita kepada wanita yang sudah di anggapnya seperti ibu sendiri, seorang wanita yang pernah mendambakannya menjadi seorang menantu, wanita yang selalu mendukung penuh untuk hubungan nya dangan Aran, dulu.

"Maafin Uma sayang, Uma minta maaf karena tidak bisa membantu apapun."

"Aku yang minta maaf Uma, maaf karena aku terlalu lemah untuk menentang keputusan Mami aku."

"Uma tau kalian sama sama terluka, tapi boleh Uma minta satu hal sama kamu."

Chika mendongak, ia membiarkan tangan yang sudah keriput itu mengusap air matanya dan berakhir dengan usapan lembut di kedua pipinya.

"Uma tau kalian menerima luka yang tidak kecil, Uma bisa merasakannya. Kalian sudah menjadi satu keluarga, kalian sudah berpasangan satu sama lain."

Hati Chika begitu sakit mendengarnya, kata itu seolah olah menegaskan bahwa mereka, dirinya dan Aran tidak lagi memiliki kesempatan, sedikitpun.

"Uma minta kalian untuk rela ya, ikhlaskan apa yang sudah terjadi dan belajar untuk menerima satu sama lain."

"Uma-"

"Uma tau itu tidak muda, tapi mau sampai kapan kalian akan saling menyakiti? Uma ngga mau melihat salah satu dari kalian terus menderita seperti ini, Uma sayang kalian dan Uma pengen kita sama sama lagi kaya dulu walau kamu sama Aran udah pisah."

Chika menggelengkan pelan kepala, menahan jeritan hatinya atas perkataan Uma yang sejujurnya begitu sangat menyakitkan untuk di terima. Bagaimana mungkin ia bisa rela dan ikhlas jika hatinya begitu sangat mendambakan Aran, pria itu bahkan tidak memberi sedikit celah di hatinya untuk orang lain.

"Chika, melihat kamu menangis seperti ini membuat Uma kembali teringat Aran bulan lalu."

Chika kembali membalas Uma yang begitu sendu, kesedihan juga terlihat di kedua bola mata perempuan tua itu.

"Seminggu sebelum Aran ulang tahun dia datang ke Uma dengan gurat wajah yang cerah, matanya berbinar binar dengan indah, kebahagiaan begitu terpampang nyata saat dia mengungkapkan akan melamar kamu setelah proyek yang di kerjakan nya itu selesai, dia bahkan mengajak Uma ke kota untuk membantu memilih cincin untuk kamu."

Uma termenung, ia kembali mengingat kebahagiaan putranya pada saat itu, yang dengan semangat membeli cincin untuk Perempuan yang begitu dia cintai.

"Aran, dia-"

Uma tersenyum pantas mengangguk,
"Dia serius sama kamu Chika, dia sudah menyiapkan segalanya, dia ingin kamu-perempuan yang dia kira akan menjadi istrinya hidup bahagia dengannya."

Chika membiarkan air matanya kembali mengalir, ia sama sekali tidak tahu bahwa akan Aran melamarnya.

"Dan sehari setelah tanggal kelahirannya, dia kembali datang, dia datang dengan wajah yang sangat berbeda dari minggu kemarin. Dia dengan sangat berat mengungkap bahwa dirinya gagal, dia terlambat untuk melamar kamu karena pada saat itu Mami kamu sudah lebih dulu menerima lamaran dari pria lain, dan pria itu adalah Gito salah satu orang yang Aran hormati hingga dia tidak mungkin tega menyakiti hati kakaknya itu walaupun dia sendiri terluka."

Uma mengenggam tangan Chika begitu kuat, ia tidak sanggup membayangkan sekacau apa putranya pada saat itu.

"Aran menangis, sama seperti kamu saat ini, di pelukan Uma dia mengungkapkan hal yang sama seperti kamu."

WHY SHOULD LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang