8. What's wrong?

672 68 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.











Setelah pintu lift terbuka, Tiar keluar dari dalam menuju ruang kerja Jake. Setelah mengetuk pintu tiga kali, wanita itu mendengar sahutan dari dalam ruangan yang menyuruhnya untuk masuk, perlahan Tiar membuka pintu dan melongokkan kepalanya ke dalam. Ia melihat Jake sedang duduk di sofa sambil memainkan ponselnya.

Antara bingung dan sedikit kesal, Tiar melangkah menghampiri Jake yang tengah duduk bersandar sambil memerhatikan lelaki itu yang nampaknya tidak terlihat seperti orang sakit. Jake yang mendengar ada suara langkah kaki yang mendekatinya sesaat mengalihkan perhatiannya, lelaki tersebut seketika menarik kedua sudut bibirnya.

Entah mengapa, hatinya mulai menghangat kala melihat kehadiran Tiar di hadapannya. Lalu tanpa Tiar sangka, Jake sedikit menarik tubuh wanita itu hingga berada di dalam pelukannya.

Sontak saja Tiar yang mendapat perlakuan seperti itu jelas terkejut, tak ia pungkiri jika Jake suka sedikit memaksa jika berhubungan dengan ‘kontak fisik’, entah itu dalam bentuk pelukan atau sekedar kecupan. Namun untuk kali ini Tiar rasa ada sedikit perbedaan, dan dia tidak tahu apa itu.

Wanita tersebut mulai merasa jika Jake perlahan menenggelamkan kepala di perut datarnya dan sesekali menggesekkan wajahnya pelan seakan sedang mencari posisi yang nyaman pada perut wanitanya.

“Kamu datangnya lama banget.” ucap Jake setengah merajuk pada Tiar, ia juga diam-diam membaui wangi parfum di baju Tiar yang mulai memudar.

“Jalanan macet, Jake. Tadi aku sudah bilang, kan?” sahut Tiar malas, padahal tadi dirinya sudah menjelaskan pada lelaki itu melalui telepon. Jake membalas ucapan Tiar dengan anggukkan dan dehaman pelan, lelaki itu juga semakin mengeratkan pelukannya pada pinggang Tiar.

“Ini kita tidak mau pulang, Jake?” mendengar pertanyaan yang Tiar lontarkan, lelaki yang tengah memeluk dirinya itu lantas mendongak.

Sejenak kedua insan itu tanpa sengaja saling bertatapan, terlebih Tiar yang tiba-tiba saja merasa gemas dengan tatapan yang Jake berikan padanya.

“Mau pulang ke indekos kamu saja, ya.” pinta Jake yang masih mendongak menatap wanitanya.

“Tidak. Kamu sudah punya tempat tinggal sendiri.” tolak Tiar tegas membuat Jake memanyunkan bibirnya.

“Siapa yang minta izin ke kamu? Orang aku kasih tahu kamu kalau aku mau pulang kesana.”

“Kamu sudah punya rumah sama apartemen, kamu bisa pulang ke salah satu tempat itu.” balas Tiar berusaha menahan kekesalan, dia jadi tahu jika selain keras kepala lelaki asal Australia itu juga agak menyebalkan bila sedang merajuk.

“Okey. Tapi kamu juga harus ikut aku pulang.” ucap Jake dengan senyum yang semakin merakah di wajah tampannya.

“Tidaka ada. Aku tetap pulang ke tempatku.” sahut Tiar tetap pada pendiriannya, lagi-lagi senyum yang sempat merekah di wajah tampan Jake tergantikan dengan raut seperti bebek.

“Ya udah! Kalau begitu aku mau pulang ke tempat kost kamu!” rengek Jake membuat Tiar terkejut. Pasalnya, lelaki itu tidak pernah bertingkah seperti ini selama dia bertemu lagi dengannya.

“Jake ... kamu, baik-baik aja ‘kan?” tanya Tiar sedikit menaruh curiga pada Jake, takut jika lelaki itu habis terbentur sesuatu.

“Ya, aku tidak apa-apa. Emangnya aku kenapa?” tanya balik Jake, dirinya juga sedikit heran menatap raut wajah wanitanya.

“Hari ini, kamu hari ini aneh aja.” tutur wanita itu jujur.

Jake terdiam sejenak, lelaki itu diam-diam menyetujui perkataan Tiar. Tiba-tiba saja Jake melepaskan pelukkannya di pinggang Tiar dan terburu-buru menuju kamar mandi, Tiar menatap lelaki itu sedikit khawatir lalu mengikuti Jake ke kamar mandi untuk mengawasi pria tersebut.

“Kamu sakit beneran?” Pertanyaan konyol itu terlontar lagi dari mulut Tiar.

"Aku antar kamu ke rumah sakit aja, ya?" ucapnya lagi, wanita itu melangkah masuk ke kamar mandi lalu mengusap punggung lebar lelaki itu.

Jake tak menyahuti pertanyaan Tiar, dirinya hanya mampu menjawab wanitanya dengan sebuah gelengan. Dalam hati ia terus merutuki dirinya yang terlihat lemah di hadapan wanitanya. Setelah selesai dengan rasa mual yang menerjang perutnya Jake menumpukan kepalanya di pinggiran kloset, selain rasa mual pening di kepalanya kian menguat dan membuat pandangannya semakin tidak fokus.

Tiar keluar sebentar dari kamar mandi untuk mengambil minyak angin yang sering dia bawa. Tak lama, wanita itu kembali ke kamar mandi lalu mengoleskan minyak angin ke tengkuk Jake, aroma terapi yang menyapa indera penciumannya seketika menyadarkan Jake dan mengangkat kepalanya.

“Sudah merasa baikan?” tanya Tiar dengan tangan yang masih memijat tengkuk lelaki itu, Jake menjawab hanya dengan anggukkan. Kemudian perempuan itu menuntun lelaki itu untuk duduk di sofa dan menyandarkannya.

“Kita pulang sekarang aja, ya?” ucap Tiar yang semakin khawatir pada Jake, wajah lelaki itu semakin pucat bersamaan dengan keringat dingin yang entah kapan sudah membanjiri keningnya.

“Pulang sama kamu?” Dengan berat hati, akhirnya Tiar mengangguk menyetujui permintaan Jake yang sedari awal memaksa. Pria itu tersenyum simpul meski wajahnya sudah memucat, dirinya senang dan merasa menang karena akhirnya wanitanya menyetujui keinginannya.

“Makasih, ya?” kata Jake setelah mengecup pipi kanan Tiar. Sementara itu, Tiar hanya terdiam mematung. Berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi. Wanita itu menoleh menatap Jake yang tengah berkutat dengan ponselnya.

“Dasar lancang.” gumam Tiar dengan sorot mata kesal.




Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Pukul delapan lewat dua puluh malam, kedua insan itu baru saja sampai di apartemen milik Jake. Sebelum tiba di apartemen lelaki itu, Tiar tiba-tiba saja ingin memakan sate padang saat mobil yang keduanya tumpangi itu berhenti di depan lampu merah. Jake juga menolak saat Tiar menawarkannya lagi untuk dibawa ke klinik terdekat, dan alasannya kalian tahu? Pria itu bilang ingin segera berbaring sambil memeluk Tiar di apartemen.

Alasan yang lagi-lagi membuat Tiar harus menahan rasa kesalnya pada Jake agar tidak terjadi baku hantam dengannya.

Tiar masih betah duduk di ruang tengah sambil mencari saluran televisi yang menurutnya menarik, hingga jemarinya terhenti diatas remot saat telah menemukan chenel yang menarik minatnya. Tanpa wanita itu sadari, tangannya terarah menyentuh perut kemudian mengusapnya lembut.

“Itu namanya paus biru.” ucap Tiar tak sadar dan beberapa detik selanjutnya barulah wanita itu tersadar dengan apa yang dia ucapkan.

“Eh? Kenapa ngomong sendiri?” monolognya sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Tanpa memikirkan kelakuannya barusan, Tiar kembali memokuskan diri pada tayangan televisi.





















TBC

Only Love You [Jake from Enhypen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang