🌻Happy Reading🌻
••••
RASA cintanya barangkali lebih banyak dari rintik hujan yang mengguyur kotanya hari ini.
Khanza Rumi Abdullah---Kecintaannya pada hujan tak pernah berubah. Membuka kaca jendela sembari menjulurkan tangan, Khanza tersenyum saat tetes hujan mengenai telapak tangannya.
Allahumma shoyyiban nafi'a..
Ada kenangan yang selalu menggenang setiap kali bersentuhan dengan hujan. Kenangan tentang masa kecil yang pernah Khanza lewati bersama pemuda bernama Khaizar. Sosok penting yang masih menjadi titik fokusnya sampai sekarang.
Kenangan 9 tahun lalu kembali mengusik hatinya.
Dari bibir pantai, keduanya menatap langit yang hampir temaram. Suara debur ombak sesekali terdengar, sapuan airnya sampai mengenai telapak kaki Khanza yang terbalut flatsoes hitam.
"Jadi, benar kamu mau melanjutkan kuliah di Jogja?" Tanya Khaizar, pemuda dengan kaos polo hitam itu duduk sembari memeluk lutut. Menatap Khanza yang justru tengah asik memandang birunya laut.
Khanza mengangguk, tatapannya enggan berpindah. Takut, jika sewaktu-waktu air matanya tumpah.
"Keputusan Abi sudah bulat. Kami semua akan pindah. Kata Abi ini yang terbaik untuk kami."
Khaizar tercekat.
Ada sedikit ketidak relaan dalam hati Khaizar mendengar jawaban itu. Meski, ketidak relaan yang Khaizar rasakan tak akan bisa merubah apapun. Tak ada ikatan diantara mereka, yang kuat menjadi alasan ketidak relaannya melepas gadis itu pergi.
Khaizar mengangguk. "Abi mu benar. Orang tua hanya ingin anaknya mendapatkan yang terbaik, Khanza."
Khanza menunduk, tersenyum getir. Apa lagi yang bisa Khanza lakukan selain itu? Khanza tidak akan berlaku lemah dengan mengutarakan apa yang hatinya rasakan pada Khaizar.
"Kapan berangkatnya?" tanya Khaizar, berharap agar keberangkatan Khanza bisa sedikit lebih lama.
"Abi bilang, kalau semua urusan kepindahan selesai mungkin kami berangkat lusa." jawab Khanza.
"Begitu ya?"
"Hm," Khanza mengangguk, "Kalau kamu bagaimana? Maksudnya rencanamu, mau kuliah atau-,"
"Semua tergantung Papa." sela Khaizar, membuat Khanza terdiam. "lagipula sejak kapan aku bisa punya rencana sendiri seperti orang-orang?" katanya, tersenyum getir.
Khanza terdiam. Tidak tahu harus menanggapinya dengan kalimat apa. Berteman sejak kecil, membuatnya mengetahui sebagian kisah hidup Khaizar. Menjadi seorang anak angkat dari keluarga berada, hidup Khaizar layaknya burung dalam sangkar. Dipelihara dengan baik namun tidak boleh terbang kemana-kemana.
"Kata Papa, setelah ini aku akan melanjutkan kuliah di Jakarta. Papa juga mau aku yang menggantikan posisinya memimpin perusahaan. Lihat hidupku Khanza? benar-benar Membosankan, kan? Bahkan, Papa sama sekali tidak memberiku pilihan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta sebening Air (END) ✔️
General Fiction"Biarlah air mengalir. Biarlah angin mendingin. Biarlah cinta di dada. Demikian pula kita, biarlah seperti yang seharusnya." •••••• Khanza Rumi Abdullah Kecintaan nya pada air tak pernah berubah. Sejak ia kecil hingga beranjak dewasa. Gadis itu teta...