🌻Happy Reading🌻
•••••
MALAM semakin larut, Fortuner Hitam yang di kendarainya melaju dengan kecepatan sedang melewati kawasan Malioboro. Salah satu kawasan yang ramai di kunjungi wisatawan pada malam hari.
Bukan tanpa alasan Khaizar melewati kawasan ini, di temani Areez—sang sekertaris, pemuda itu baru saja selesai membeli dua set gamis untuk diberikan pada Khanza esok hari sebagai tanda permintaan maaf nya. Meski gadis itu sudah memberinya maaf, namun rasa bersalahnya masih saja mengganjal.
Melihat senyum yang sejak tadi tak juga luntur dari wajah Khaizar, Areez hanya bisa menggelengkan kepala.
“Bibir mu tidak keram?”
Khaizar menoleh. “Keram kenapa?”
“Senyum terus dari tadi.”
Khaizar terkekeh. “Ya bagus kan? Senyum itu ibadah, Rez.”
Areez mencebik. “Ya tapi tidak senyum terus-terusan juga! Orang bisa menganggapmu gila nanti.”
“Sepertinya mema—”
“KHAIZAR AWAS!!”
Mendengar Areez memekik, Khaizar segera menoleh kearah jalan. “Astaghfirullah!”
BRAK
Terlambat, mobil yang di kendarai Khaizar lebih dulu menabrak seseorang. Dengan wajah panik, Khaizar dan Areez melepas sabuk pengaman lalu bergegas keluar untuk melihat keadaan seseorang yang tak sengaja tertabrak mobilnya.
Jantung Khaizar semakin berdebar kencang begitu melihat gadis berjilbab panjang tengah meringis kesakitan tepat di depan mobilnya. Bahkan motor yang gadis itu kendarai sudah tergeletak menindih kakinya
“Astaghfirullah, Mbak!” Ucap Khaizar, panik. Pemuda itu bergegas mendekat di ikuti Areez yang setia mengekor di belakang.
Gadis itu mendongak kan kepala, menampilkan wajah cantik putih bersih yang kini tengah meringis kesakitan.
“Maafkan saya ya Mas, saya yang salah. Bawa motornya tidak hati-hati.” Ucapnya, pelan.
Khaizar terdiam, ia kira gadis itu akan memakinya karena sudah lalai mengemudi dan berakhir dengan membuatnya celaka. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya, gadis itu bahkan lebih dulu meminta maaf.
“Tidak Mbak, saya yang salah. Maafkan saya yang lalai, saya tidak fokus tadi.” Ucap Khaizar, merasa tak enak hati.
Gadis itu hanya mengangguk.
Melihat noda darah yang cukup besar pada bagian lutut gamis baby blue yang gadis itu kenakan, Khaizar semakin merasa tak enak hati.
“Ya Allah, Mbak lututnya berdarah. Saya antar ke rumah sakit ya? Mbak masih kuat jalan kan?” Tanya Khaizar.
“Bantu dia, Khai. Lukanya pasti perih.” Ucap Areez.
“Aku? Bagaimana caranya?” Tanya Khaizar, menunjuk dirinya.
“Ck, ya di papah! Mau bagaimana lagi?” Jawab Areez.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta sebening Air (END) ✔️
General Fiction"Biarlah air mengalir. Biarlah angin mendingin. Biarlah cinta di dada. Demikian pula kita, biarlah seperti yang seharusnya." •••••• Khanza Rumi Abdullah Kecintaan nya pada air tak pernah berubah. Sejak ia kecil hingga beranjak dewasa. Gadis itu teta...