🌻Happy Reading🌻
•••••
SETELAH satu jam lebih 15 menit mengudara, pesawat landing di Bandara YIA sekitar setengah jam yang lalu.
Selesai dengan urusan administrasi, khaizar bersama Areez saat ini tengah berada di bagian kedatangan. Keduanya menunggu kedatangan Raya—Kakak perempuan Khaizar yang pagi tadi mengatakan, akan menjemput mereka di Bandara. Areez juga ikut bersamanya. Pasalnya, ada agenda pertemuaan dengan pimpinan cabang perusahaan, siang nanti.
Menghembuskan nafasnya, panjang. Khaizar melihat jam tangan rolex yang melingkar gagah di tangan kanan nya. Bersamaan dengan itu, suara gesekan sepatu yang terhenti tepat di hadapan nya, membuat Khaizar mendongak.
“Assalamualaikum, duh maaf ya? Saya telat.”
Gadis dengan abaya hitam dan pashmina mocca, sudah berdiri sembari menangkupkan tangan di depan dada.
“Waalaikumsalam.” Jawab dua pemuda itu bersamaan.
“Maaf, tapi anda siapa?” Tanya Areez. Melepaskan kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya.
“Saya Anindya, adik Mas Rayyan. Suami kak Raya.” Ucap sang gadis, memperkenalkan dirinya.
Menoleh kearah Khaizar, Areez menaikkan satu alisnya seolah meminta penjelasan. Sementara Khaizar, pemuda itu hanya bisa menggidikan bahu. Dia tidak begitu paham dengan anggota keluarga kakak iparnya. Bahkan kakak iparnya saja sangat jarang ia temui.
Mengabaikan tatapan penuh tanya dari Areez. Khaizar menoleh kearah Anindya yang masih setia berdiri di hadapan nya. “Kak Raya kemana?” Tanya nya, to the point.
“Ah iya, saya sampai lupa memberitau. Kak Raya minta maaf tidak bisa menjemput, anaknya tiba-tiba rewel tidak bisa ditinggal. Jadi minta tolong pada saya untuk menjemput kak Khaizar kemari.” Jelasnya, sopan.
“Lalu Mas Rayyan?”
“Mas Rayyan masih di kantor.” Jawab Anindya.
Khaizar mengangguk paham, lantas bangkit dari duduknya diikuti Areez.
“Oh iya, kenalkan ini sekertaris saya, Areez.” Ucap Khaizar, memperkenalkan sang sekertaris pada gadis dihadapan nya.
Anindya mengangguk, lantas menangkupkan tangan di depan dada. “Salam kenal kak Areez, saya Anindya.” Ucapnya, sopan.
Areez ikut tersenyum, melakukan hal yang sama.
“Kalau begitu, mari kak. Kita pulang sekarang?” Ucap Anindya, ramah.
“Tentu, mari.”
Hendak mengambil koper milik Khaizar yang teronggok di dekat kursi, pergerakan Anindya terhenti saat tak sengaja Khaizar menyentuh sedikit kulit tangannya, bermaksud menahan. Cepat-cepat Khaizar kembali menarik tangan nya.
“Astaghfirullah. M-maaf saya tidak sengaja. Tidak perlu bawa kopernya, saya bisa sendiri.” Ucap Khaizar, canggung.
Tersenyum kaku, Anindya mengangguk. Lantas berjalan mengikuti langkah lebar Khaizar dan Areez dari belakang. Beruntung Anindya tidak memarkirkan mobilnya terlalu jauh, tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk masuk kedalam mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta sebening Air (END) ✔️
General Fiction"Biarlah air mengalir. Biarlah angin mendingin. Biarlah cinta di dada. Demikian pula kita, biarlah seperti yang seharusnya." •••••• Khanza Rumi Abdullah Kecintaan nya pada air tak pernah berubah. Sejak ia kecil hingga beranjak dewasa. Gadis itu teta...