Bismillah... dua part terakhir menuju ending.
Jangan lupa putar musik di atas yaa. Saya gak tau bisa mewakili apa nggak, tapi jujur waktu nulis saya memang sambil dengerin lagu ini💓 🤗
••••
🌻Happy Reading🌻
••••
MALAM mulai membungkus. Namun, tak seperti sebelumnya, kali ini langit malam nampak mendung. Bulan tak secerah biasanya, angin terasa berhembus lebih kencang, awan hitam berarak-arak, sepertinya malam ini hujan akan turun.
Khanza, gadis itu seolah tak peduli dengan hawa dingin yang menyentuh kulitnya, masih setia berdiri di balkon kamar sembari terus menggenggam ponsel setelah membaca satu pesan yang Khaizar kirimkan beberapa menit sebelum Maghrib tiba.
Khaizar
Assalamualaikum, Khanza.
Aku dan Areez sudah sampai.
Kamu jangan khawatir, kami baik-baik saja.
Sudah dulu, ya? Jaga dirimu baik-baik.Sementara, di dekat pintu kamar yang mengarah ke balkon, Abdullah sejak tadi berdiri memperhatikan putrinya lamat-lamat.
"Sepertinya hujan akan segera turun, kamu tidak ingin masuk?"
Dan, suara bariton milik Abinya berhasil membuat Khanza tersentak. Gadis itu menoleh.
"Abi? Sejak kapan Abi di sini?"
Abdullah tersenyum, berjalan pelan menghampiri putrinya. "Sejak lihat kamu berdiri sendirian sambil terus menatap ponsel." Jawabnya. "Ada apa, Nak?" Tanya Abdullah, mengusap pelan kepala putrinya yang masih terbalut mukena usai shalat maghrib.
"Tidak ada apa-apa, Abi." Jawab Khanza, setengah jujur setengah berbohong. Memang tidak ada sesuatu yang terjadi, namun entah kenapa hatinya merasa begitu khawatir saat ini.
"Benarkah? Tapi kalau memang tidak ada apa-apa, kenapa putri Abi kelihatan gelisah sekali?" Tanya Abdullah.
Khanza menyerah, ia bisa menyembunyikan perasaannya pada siapapun, kecuali Abi dan Uminya. Serapat apapun menyembunyikan, mereka akan dengan mudah menemukan gelagat tak biasa dalam dirinya.
"Entahlah, Abi. Khanza memang merasa sangat khawatir saat ini."
"Khawatir soal apa?"
"Khaizar, entah kenapa Khanza terus memikirkannya."
Mendengar itu, Abdullah lantas terkekeh pelan.
"Jadi, alasan putri Abi mondar-mandir gelisah sejak tadi, karena ingat sama calon suami, ya?" Tanyanya, terkekeh.
Khanza menunduk, diam-diam menahan malu.
"Baiklah, apa yang kamu khawatirkan tentangnya? Coba bicara pada Abi. Apa Khaizar belum mengabari?"
"Sudah, Bi. Khaizar sudah sampai. Dia bahkan mengabari sebelum kita shalat Magrib tadi."
Abdullah mengangguk.
"Alhamdulillah, dia baik-baik saja 'kan?"
"Iya, Abi." Jawab Khanza.
"Lalu, apa yang kamu khawatirkan?" Abdullah kembali bertanya.
"Tidak tau, semua baik-baik saja tapi entah kenapa Khanza merasa gelisah, Abi." Jawab Khanza, khawatir.
Abdullah tersenyum. "mungkin itu hanya perasaanmu saja, sayang." Ia menjeda, menggenggam erat jemari putrinya. "Tenangkan pikiranmu, perbanyak dzikir, atau mengaji seperti yang biasa kamu lakukan setiap kali hatimu merasa tidak nyaman. Toh di sana Khaizar baik-baik saja bukan?" Ucap Abdullah menenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta sebening Air (END) ✔️
Ficción General"Biarlah air mengalir. Biarlah angin mendingin. Biarlah cinta di dada. Demikian pula kita, biarlah seperti yang seharusnya." •••••• Khanza Rumi Abdullah Kecintaan nya pada air tak pernah berubah. Sejak ia kecil hingga beranjak dewasa. Gadis itu teta...