🌻Happy Reading🌻
•••••
MENATAP kearah gadis yang kini berjalan kearahnya dengan membawa satu nampan, senyum Khaizar mengembang sempurna. Dibandingkan sebelum nya, kini Khaizar bisa sedikit bernafas lega.
Ternyata apa yang selama ini dia khawatirkan tentang perasaan gadis itu padanya tidaklah benar. Kini, setelah semuanya hampir terbuka terang, Khaizar lah yang harus melanjutkan perjuangan. Dia yang harus berusaha meyakinkan sang gadis bahwa sampai hari ini, dihatinya hanya ada satu nama dan itu...
Khanza
Sadar dirinya terlalu lama menatap kearah Khanza, kalimat istighfar berulang kali terucap lirih dari bibirnya. Walau bagaimana pun, se menggelora apapun perasaan yang kini bersemi di hati, Khaizar tetap harus mengendalikan nya. Jangan sampai percikan rasa itu menjadi mainan setan dan akhirnya malah menjerumuskan.
“Nah, ini lava cake nya dan ini ice coffee latte. Silahkan di nikmati.” Ucap Khanza, meletakan isi nampan di atas meja bundar.
Berbeda dengan Anas dan Khaizar yang hanya tersenyum, Areez justru menatap nya antusias. Hanya dengan melihat tampilan luar nya saja, pemuda pecinta makanan manis itu sudah bisa menebak kalau lava cake yang Khanza suguhkan itu pasti lezat.
“MaasyaAllah, dari tampilan nya saja sudah membuatku ngiler.” Ucap Areez.
Khanza terkekeh. “Ayo dicicip, Rez!”
Sementara Khaizar, melihat Khanza yang terus berdiri, pemuda itu menarik kursi yang berada tepat di samping kanan nya.
“Duduk, Khanza.” Ucap Khaizar, menepuk pelan kursi di samping nya.
Khanza tersenyum lantas mengangguk. “Terimakasih.”
Anas mengulum senyum nya diam-diam. Sungguh, setelah melihat bagaimana sosok Khaizar secara langsung, pemuda itu merasa bahwa pilihan Khanza memang tidak salah. Khaizar pemuda yang pantas untuk di nanti, dia pemuda yang baik, bahkan untuk segala hal yang menjadi pertimbangan.
“Khanza?”
Mendengar suara khas Khaizar yang memanggil Khanza, atensi ketiganya teralihkan.
Khanza menoleh. “Iya?”
Menelan salivanya kasar, Khaizar bersiap untuk bicara. “B-besok kita bisa bertemu kan? M-maksudku ada sesuatu yang ingin aku sampaikan, kalau besok kamu tidak sibuk aku ingin mengajak mu bicara sebentar.” Ucap Khaizar, ragu.
“Bicara? Kenapa tidak bicara sekarang saja?” Tanya Khanza, mengerutkan kening.
Mendengar apa yang Khanza ucapkan, Anas dan Areez sontak menutup mulut menahan tawa. Dua pemuda itu tahu maksud Khaizar, tetapi sayangnya tidak dengan Khanza.
Khaizar menggaruk pelipisnya. “Besok saja ya? M-maksudku sekarang sudah sore, aku juga harus kembali ke rumah kan.” Jawab nya.
Khanza mengangguk. “Ya sudah kalau begitu, mau bertemu dimana?” Tanya nya.
“Masjid besar, tempat kita pertama kali bertemu beberapa hari lalu.” Jawab Khaizar.
“Cuma berdua?”
Khaizar menggeleng keras. Pemuda itu masih waras, mana mungkin dia mengajak Khanza berdua-duaan, di Masjid pula.
“Tentu saja tidak, Areez akan ikut bersama ku. Atau kalau kamu tidak nyaman, kamu juga bisa mengajak satu teman perempuan mu.” Jawab Khaizar.
“Baiklah kalau begitu. Hmm, jam berapa?”
Khaizar berpikir sejenak, kalau pagi dia rasa tidak mungkin sebab tugas kantor pasti sedang menumpuk. Siang hari rasanya juga tidak mungkin sebab meeting minggu-minggu ini lumayan padat, kalau sore...daripada bingung harus menjawab apa, Khaizar akhirnya menoleh kearah Areez. Bermaksud untuk bertanya tentang jadwal kegiatan nya esok hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta sebening Air (END) ✔️
Ficção Geral"Biarlah air mengalir. Biarlah angin mendingin. Biarlah cinta di dada. Demikian pula kita, biarlah seperti yang seharusnya." •••••• Khanza Rumi Abdullah Kecintaan nya pada air tak pernah berubah. Sejak ia kecil hingga beranjak dewasa. Gadis itu teta...