🌻Happy Reading🌻
•••••
WAJAH datar itu semakin terlihat datar.
Tidak se sederhana yang Khaizar pikirkan. Masalah yang terjadi pada cabang perusahaan benar-benar membuatnya sakit kepala . Ketidak jujuran memang selalu bisa membuat semuanya menjadi berantakan, termasuk dalam hal pekerjaan.
Pertemuan yang menghabiskan waktu dua jam, bersama kepala cabang perusahaan pun berjalan alot dan tidak menghasilkan jalan keluar. Terkesan menutup-nutupi apa yang sebenarnya terjadi, itulah yang membuat Khaizar merasa marah saat ini.
Membanting tubuh atletisnya diatas kursi kerja, Khaizar merenggangkan dasi yang seakan menyekik lehernya. “Sulit sekali menemukan orang-orang yang jujur dan berintegritas di jaman sekarang!” Ucapnya, menggerutu.
Areez tertawa. “Ya memang begitulah manusia akhir jaman. Krisis kejujuran.” Sahutnya.
Selalu mendampingi Khaizar kemana pun, rasanya baru hari ini Areez melihat bagaimana marahnya seorang Khaizar. Itu artinya, apa yang terjadi sudah benar-benar diluar batas.
Membuka lemari pendingin, Areez mengambil satu botol air mineral lalu menyodorkan nya pada Khaizar. Barangkali setelah minum, kemarahan sahabatnya akan mereda. “Sudah, banyak-banyak istighfar. Larut dalam kemarahan itu tidak baik. Nih, minumlah.” Ucapnya, tersenyum.
Khaizar mengusap kasar wajahnya. “Astaghfirullah hal'adzim. Terimakasih, Rez.” Ucapnya, mengambil sebotol air mineral yang Areez berikan.
Areez mengangguk lantas duduk di kursi yang berhadapan dengan Khaizar. Tersenyum saat melihat wajah lelah sahabatnya, Areez tahu benar seberapa lelahnya hidup seorang Khaizar.
Semoga Allah selalu menjaga mu dalam setiap keadaan. Doa Areez dalam hati.
“Kenapa senyum-senyum?” Tanya Khaizar, mengerutkan dahi.
Areez menggeleng. “Tidak apa-apa. Wajahmu lucu kalau sedang marah begitu.” Ucap Areez, terkekeh.
Khaizar mendelik kesal.
Tok.. Tok..
Mendengar pintu ruangan nya diketuk, Khaizar lantas berdehem.
“Ya, masuk!” Jawabnya, mengeraskan suara.
Mengarahkan tatapan kearah pintu ruangan, Khaizar hendak melihat siapa yang datang. Namun, beberapa detik setelahnya, tubuh pemuda itu terasa kaku saat melihat lelaki paruh baya dengan rambut yang sebagian sudah memutih itu, berdiri di dekat pintu sembari tersenyum.
“Assalamualaikum, Pak Dirut.” Ucapnya, menunduk hormat.
Menjawab salam dengan suara yang amat lirih, Khaizar bangkit dari kursi kerjanya. Berlari kecil kearah lelaki paruh baya yang masih setia berdiri di dekat pintu. Tanpa aba-aba, Khaizar memeluk erat tubuh lelaki itu.
Abdullah. Ya, dialah orangnya.
“MaasyaAllah, MaasyaAllah. Om Abdullah!” Ucap Khaizar, bahagia.
Khaizar sama sekali tidak menyangka bertemu dengan Abdullah di sini. Dia tidak tahu sama sekali kalau ternyata Abdullah—Abi dari gadis yang selama ini dia perjuangkan diam-diam, adalah salah satu karyawan kantor cabang yang berada di Jogja.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta sebening Air (END) ✔️
Fiksi Umum"Biarlah air mengalir. Biarlah angin mendingin. Biarlah cinta di dada. Demikian pula kita, biarlah seperti yang seharusnya." •••••• Khanza Rumi Abdullah Kecintaan nya pada air tak pernah berubah. Sejak ia kecil hingga beranjak dewasa. Gadis itu teta...