🌻Happy Reading🌻
•••••
SOROT matanya tidak bisa berbohong.
Menatap sekilas kearah dua gadis yang tengah sibuk merapihkan meja kasir, pemuda dengan setelan kemeja coklat muda dan celana bahan warna hitam itu nampak tersenyum tipis. Namun, senyumnya hanya tertuju pada salah satu diantara mereka.
Menghela nafas pelan. Anas berjalan mendekat kearah keduanya. Tetapi tujuannya bukan pada Khanza, melainkan Sabrina. Entah kenapa, paginya terasa ada yang kurang jika belum mendengar suara pekikan gadis pemarah itu.
Sementara Sabrina—belum apa-apa gadis itu sudah berdecak kesal, begitu Anas datang menghampiri mejanya. Pemuda itu pasti datang hanya untuk menjadikan nya sasaran kejahilan. “Apa?!” Cetusnya.
“Widih, santai Mbak bro!” Ucap Anas, terkekeh.
Sabrina memutar bola matanya. Jengah sekali dengan kelakukan Absurd Anas. “Jangan berbuat ulah pagi ini, aku sedang tidak mood!”
“Ck ck, siapa juga yang mau berulah? Kamu ini su'udzon sekali jadi orang.” Ucap Anas, bersedekap dada.
“Lalu kemari mau apa?” Tanya Sabrina, ketus.
Khanza hanya diam menyimak. Menonton pertunjukan adu gengsi antara dua muda mudi yang tengah saling memendam perasaan itu, lebih lucu dibanding menonton acara komedi.
“Tidak ada, memangnya tidak boleh aku kemari? Lagipula kamu ini kenapa sih, Sab? Setiap melihatku bawaan nya mau marah terus.” Ucap Anas.
“Ya karena wajahmu itu memang menyebalkan!” Jawab sang gadis.
“Benarkah? Berarti ada yang salah dengan matamu itu. Ku sarankan agar segera di periksa, barangkali kamu katarak di usia muda.” Ledeknya.
“Heh! Mulutmu itu memang harus di jahit ya, agar tidak bicara sembarangan.” Pekik Sabrina, berkacak pinggang.
Anas terkekeh, puas sekali rasanya berhasil membuat gadis itu memekik kesal.
“Sudah, tidak baik ribut pagi-pagi.” Lerai Khanza pada akhirnya.
Sabrina mendengus. “Temanmu itu yang memulai!” Cetus Sabrina, melempar tatapan tajamnya pada Anas.
Khanza hanya bisa menggelengkan kepala.
“Oh iya, Za. Kemarin sore ada pemuda yang mencarimu kemari.” Ucap Anas, mengalihkan topik.
Dahi Khanza berkerut. “Pemuda, siapa maksudmu?” Tanyanya.
“Entahlah, aku sendiri tidak pernah melihat dia sebelumnya. Tapi dilihat dari penampilannya yang rapih, pemuda itu sepertinya bukan pegawai biasa.” Jawab Anas.
“Memang bagaimana penampilannya?” Sabrina ikut bertanya.
“Kemarin saat datang kemari, dia mengenakan setelan jas kantor lengkap. Pokoknya formal sekali!” Jelas Anas.
Sejenak Khanza terdiam. Mencoba menebak siapa pemuda yang Anas sebutkan itu. Namun, hasilnya tetap nihil. Gadis itu tidak merasa punya kenalan dengan ciri-ciri yang Anas sebutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta sebening Air (END) ✔️
Fiction générale"Biarlah air mengalir. Biarlah angin mendingin. Biarlah cinta di dada. Demikian pula kita, biarlah seperti yang seharusnya." •••••• Khanza Rumi Abdullah Kecintaan nya pada air tak pernah berubah. Sejak ia kecil hingga beranjak dewasa. Gadis itu teta...