BAGIAN 19

732 78 12
                                    

🌻Happy Reading🌻

•••••

SUASANA taman terlihat ramai, mengingat ini adalah hari libur. Mendudukan diri pada salah kursi yang tersedia di pinggir taman, sejak tadi keduanya hanya berdiam diri sembari memandang kearah bocah-bocah kecil yang sibuk bermain.

Suara gesekan flat shoes yang beradu dengan Conblock sedikit memecah keheningan. Sabrina menghela nafas, sejak tadi menunggu namun belum ada tanda-tanda Anas akan bicara. Mengedarkan pandangan ke sekeliling, sekilas Sabrina melayangkan senyum kearah Farah—adik Anas yang tengah memperhatikan mereka dari jarak yang tak begitu jauh.

Sementara Anas, sejak tadi pemuda itu berusaha menahan degup jantung nya yang menggila, mengumpulkan keberanian untuk mulai bicara. Menghela nafas panjang, Anas mengucap Basmalah dalam hati.

“Sabrina,”

Mendengar Anas memanggilnya, gadis itu menoleh. “Iya?”

“Ada sesuatu yang perlu kita bicarakan serius.” Ucap Anas.

“Katakan saja.”

Anas mengangguk, rasanya tidak perlu lagi sekedar berbasa-basi. Pemuda itu ingin langsung mengatakan apa yang menjadi tujuan nya pada sang gadis.

“Sebelumnya, apa Khanza sudah lebih dulu bicara padamu tentang aku?” Tanya Anas.

Mendengar pertanyaan yang Anas ajukan, bohong jika Sabrina tidak mengerti maksud pemuda itu mengajak nya kemari.

Sabrina mengangguk. “Sudah,”

Anas menghela nafasnya, lega. Setidaknya gadis itu sudah bisa menerka akan kemana pembicaraan ini bermuara. “Alhamdulillah, kalau begitu setidaknya kamu sudah tau bagaimana perasaan ku.” Ucap Anas.

“Meski begitu, aku tetap tidak suka sesuatu yang berkabut. Aku suka sesuatu yang terang, Anas.” Sahut Sabrina.

Mendengar kalimat tersirat yang Sabrina katakan, bibir Anas tersenyum. Dia tentu tahu maksud sang gadis, yang memintanya untuk bicara terus terang. Inilah perempuan, makhluk yang perlu di yakinkan atas apa yang ia dengar.

“Hari ini, akan ku singkirkan kabut itu dari hadapan mu. Maka dengarlah apa yang akan ku sampaikan ini, Sabrina. Agar semua menjadi terang seperti apa yang kamu mau.” Ucap Anas, pada sang gadis.

Sabrina hanya mengangguk.

“Sabrina Arundati, sejujurnya aku sudah lama berniat ingin meminang mu. Ada sesuatu yang berbeda dalam diriku, ketika berada dekat dengan mu. Entah sejak kapan, tapi setelah aku menyadarinya aku tidak ingin berlama-lama larut di dalam nya sebab takut ini menjadi dosa. Dan, tanpa sepengetahuan mu sebenarnya aku sudah lebih dulu menemui Ayah mu. Meminta izin untuk mengkhitbah mu dan Alhamdulillah beliau menyetujui. Maka hari ini, aku berniat untuk langsung meminangmu, menjadikan mu halal untuk pikirkan, ku nafkahi, ku sayangi bahkan kucurahi cinta seumur hidup.

“Maaf jika aku terkesan terburu-buru. Tapi jika kamu mengetahui bagaimana aku berusaha untuk menahan semua perasaan ku selama ini, mungkin kamu akan mengerti. Semua begitu sulit, Sabrina. Menjaga rasa agar tak melebihi batas ternyata tak semudah yang kupikirkan. Dan setelah ku pertimbangkan dengan matang, berdiskusi dengan kedua orang tuaku, aku memutuskan untuk segera bicara dengan mu. Tentu aku tidak memaksa, kamu berhak menerima atau menolaknya. Jadi Sabrina, mau kah kamu membersamaiku hingga ke surgaNya?” Ucap Anas, sungguh-sungguh.

Cinta sebening Air (END) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang