🌻Happy Reading🌻
••••
AIR selalu lebih dalam dari apa yang dipantulkan nya. Siapa yang tahu? Bahwa di balik wajahnya yang tenang dan berwibawa tersimpan banyak keriuhan dalam kepala. Diam menjadi satu-satunya yang bisa dia lakukan, saat segala yang di pendamnya tak bisa bebas diutarakan.
Khaizar Rafif Arkana
Berdiri dengan tangan terlipat dada, tatapan kosongnya mengarah keluar jendela. Memandangi hujan yang turun tak hanya membasahi jalan-jalan kota, melainkan juga hatinya. Meski begitu, hujan tetap menjadi satu-satunya yang ia tunggu. Waktu terbaik untuk melepaskan segala sesak, pilu, juga rindu. Pada dia, gadis yang kisahnya masih membelenggu.
Entah di belahan bumi yang mana gadis itu berada? Apakah hujan juga tengah mengguyur kotanya? Dada Khaizar sesak setiap kali mengingatnya. Gadis itu sungguh tega, bertahun-tahun lamanya terpisah, tak sekalipun menghubunginya. Atau justru dia lah yang tega? Membiarkan gadis itu menunggu terlalu lama?
Seharusnya dia lah yang berinisiatif menghubungi gadis itu lebih dulu, bukan? Tidak. Khaizar tak seberani itu melakukannya, hatinya belum siap. Bagaimana jika takdir membawanya pada kenyataan bahwa Khanza bukan untuknya? Baru membayangkannya saja, hati Khaizar sudah terasa ngilu.
“Mau sampai kapan berdiri di sana?"
Terhenyak saat suara khas milik seseorang yang dikenalnya terdengar cukup dekat, Khaizar berbalik.
"Kebiasaan masuk nggak pernah salam. Dasar nggak sopan!" tegur Khaizar, mendelik kesal.
Areez, sekertarisnya itu tertawa. "Tiga kali aku ketuk pintu. Kamu saja yang nggak dengar, melamun sih!"
Khaizar mendengus.
“Padahal apa susahnya sih tinggal dihubungi?!"
"Hubungi siapa?" tanya Khaizar pura-pura tak mengerti.
Areez mengibaskan tangan. "Halah, sok nggak ngerti! Aku ini saksi bisu perjalanan asmaramu yang ngenes itu kalau kamu lupa!"
Khaizar tertawa.
“Udah jangan dibahas. Jadi, apa yang membawa mu kemari?” Tanya Khaizar, mengalihkan topik.
Areez tersenyum lebar. “Aku bawa kabar bahagia untuk kamu, Zar!” Ucapnya. Menyerahkan map biru tua kearah Khaizar.
Mengambil map biru tua yang Areez berikan, dahi Khaizar berkerut. “Kabar bahagia apa?” Tanya nya.
“Perusahaan cabang yang ada di Jogja sedang bermasalah. Kita harus terbang kesana besok pagi.” Jelasnya, singkat.
“Itu sih kabar buruk, bukan bahagia!” Khaizar mendelik.
Areez terkekeh. “Iya sih. Tapi ini juga kabar bahagia, Zar.”
“Bahagia apanya?”
Areez memajukan sedikit badan nya. “Khanza. Bukankah gadis itu tinggal di jogja?” Tanyanya, memastikan.
Khaizar mengangguk. “Hmm, lalu?”
“Ck! Dasar tidak peka. Ini kesempatan untuk bisa bertemu lagi dengan Khanza, Zar. Sebulan kamu akan dinas disana, bukankah itu waktu yang cukup lama untuk bisa menemukan keberadaan nya?” Jelas Areez.
Mendengar itu, Khaizar terdiam.
“Tapi aku tidak tau dimana dia tinggal.” Jawab Khaizar.
Areez menggaruk kepalanya, merasa frustasi memiliki teman akrab seperti Khaizar ini. “Ya itulah guna nya sosial media, Khaizar! Cari tau. Atau sini biar ku bantu carikan.” Areez menyambar ponsel milik Khaizar diatas meja.
Khaizar menggeleng. “Jangan! Biarkan saja.”
“Kenapa? Kamu ini aneh sekali. Sebenarnya apa yang membuatmu ragu menghubunginya sih?” Tanya Areez, heran.
Khaizar menghela nafas, membanting tubuh tegapnya pada sandaran kursi. “Aku hanya takut.” Jawab Khaizar, lirih.
“Takut? Apa yang membuat mu takut?”
Tatapan Khaizar mengarah pada langit-langit ruangan. “Aku takut mencari tau segala hal tentang gadis itu. Bertahun-tahun kami berpisah, tidak ada janji yang mengikat untuk tetap menunggu satu sama lain. Bagaimana jika ternyata dia sudah menikah sekarang? Apa nantinya aku bisa menerima?” Ucap Khaizar.
Sementara Areez, mendengar kalimat yang baru saja Khaizar katakan rasanya dia ingin tertawa. “Khaizar, Khaizar. Jadi ini yang menjadi ketakutan mu? Dengar, jangan seperti pecundang, Khaizar. Kamu tidak akan menang sebelum tau rasanya berperang.
“Setidaknya berusaha lah dulu, untuk mencari tau. Bagaimana kalau ternyata gadis itu belum menikah dan malah menunggu mu disana? Kamu tidak akan tau, kalau hanya diam menunggu. Ayolah, bersikap selayaknya laki-laki dewasa. Bukan kah Allah tidak akan merubah nasib seseorang, kecuali dia yang berusaha merubahnya?” Ucap Areez.
Khaizar terdiam.
“Kamu masih menyimpan nomernya?” Tanya Areez.
Khaizar mengangguk. “Masih. Tapi tidak tau masih aktif atau tidak. Aku tidak pernah menghubunginya sejak pertemuan terakhir itu.” Jawabnya.
Areez menghela nafas. Kisah ini sebenarnya tidak akan rumit kalau teman nya itu mau sedikit bergerak maju. Bagaimana bisa bersatu kalau satu sama lain hanya diam menunggu?
“Setidaknya coba hubungi. Apa susahnya sih? Ponsel mu punya pulsa tidak? Kalau tidak punya, biar aku belikan. Agar kamu bisa menghubungi nya.” Ucap Areez, gemas.
Khaizar terkekeh. “Kenapa jadi kamu yang menggebu-gebu begitu?” Tanya nya, heran.
Areez memutar bola matanya, malas. “Aku sudah bosan melihat mu terus-terusan berdiam diri. Kamu itu laki-laki, Zar. Tugasnya berjuang bukan menunggu!”
“Iya, InsyaAllah setibanya di Jogja aku akan mencari tau dimana dia tinggal.” Ucap Khaizar, tersenyum tipis.
“Nah, itu baru laki-laki! Semangat Zar.” Sahut Areez, tersenyum lebar.
Khaizar terkekeh.
Khanza..
Mari bertemu, merampungkan kembali kisah yang sempat terhenti kemarin.
Meski kita sama-sama tidak tau akan berakhir seperti apa. Setidaknya kisah ini harus selesai tanpa tanda tanya..
*****
Story By
@DianaLisa5
Assalamualaikum
>_<Mari, kita lihat kemana arus akan membawa kisah mereka..
Yang kangen Mas Abdul dan Aira☝️ insyaAllah sebentar lagi bertemu mereka.
Sampai bertemu di part selanjutnya❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta sebening Air (END) ✔️
Ficción General"Biarlah air mengalir. Biarlah angin mendingin. Biarlah cinta di dada. Demikian pula kita, biarlah seperti yang seharusnya." •••••• Khanza Rumi Abdullah Kecintaan nya pada air tak pernah berubah. Sejak ia kecil hingga beranjak dewasa. Gadis itu teta...