🌻Happy Reading🌻
•••••
SELALU ada balasan bagi setiap kebaikan.
Siapa yang akan menyangka, kebaikan kecil yang selalu Khanza lakukan hampir setiap hari. Menemui dua orang gadis penjual gorengan di teras Masjid, akan membawanya pada pertemuan dengan Khaizar, laki-laki yang masih menggenggam seluruh rindunya.
Melihat bagaimana tubuh tegap itu kini berdiri menjulang di hadapan nya, perasaan Khanza tidak lagi bisa di gambarkan. Meski tidak seluruhnya, tetapi sebagian rindunya terobati. Bahkan setelah sekian tahun tidak bersua, pemuda itu tetap sama. Tampan dan berwibawa.
Tersenyum manis, Khanza perlahan mendekat. “Assalamualaikum, Khaizar?” Sapanya untuk yang pertama kali, dengan suara bergetar.
Mendengar suara lembut itu menyebut namanya setelah sekian lama, rasanya pertahanan Khaizar luruh seketika. “W-waalaikumsalam, K-khanza.” Jawabnya, ragu.
Sementara, Areez yang sejak tadi mengekori langkah Khaizar di belakang ikut tersenyum lebar, matanya pun berkaca-kaca ikut merasakan kebahagiaan. Ternyata ada rencana lain yang Allah siapkan untuk mereka. Allah memang selalu punya cara untuk mempertemukan dua hati yang dia kehendaki.
“Kakak kenal kak Khanza ya?” Pertanyaan polos dari bibir Kania, membuat seluruh atensi orang-orang dewasa itu beralih padanya.
Khaizar berjongkok, tersenyum memegang kedua bahu Kania. “Tidak, kami hanya pernah bertemu sekali. Ya sudah, ini sudah malam. Mari kakak antar pulang.” Ucapnya.
Mendengar jawaban Khaizar pada Kania, hati Khanza serasa di hujani anak panah yang tak terhitung jumlah nya. Menyakitkan sekali jawaban itu, Khanza tidak menyangka Khaizar nya berubah.
Begitu pun dengan Areez, pemuda itu sama sekali tidak menyangka dengan jawaban yang akan Khaizar berikan pada Kania. Sungguh, Areez betul-betul terkejut mendengarnya. Apa maksud Khaizar?
“Khai?”
Khaizar menoleh saat Areez menepuk bahunya, pemuda itu lantas berdiri. “Sudah malam kasihan mereka, mari pulang.” Ucapnya, tersenyum.
Areez menggeleng, menatap dalam manik hitam milik Khaizar. Pemuda itu Seolah memberikan isyarat pada Khaizar bahwa ia tidak boleh lagi bertindak bodoh.
Menghela nafas, Khaizar menoleh sekilas pada Khanza. Nampak jelas mata gadis itu berkaca-kaca, ia tau ucapan nya sudah menyakiti hati Khanza. Namun, apa yang ia dengar sore tadi pun benar-benar telah menyakiti hatinya. Khanza sudah memilih, dan pilihan nya bukan dia. Lalu untuk apa terus berbagi rasa?
“Nona Khanza, kami duluan ya?” Pamitnya.
Khanza tak menjawab, gadis itu sibuk menyeka air mata yang terus mengalir tanpa persetujuan. Ia benci terlihat lemah di hadapan Khaizar.
“Za, kamu pulang dengan siapa?” Tanya Areez.
“A-aku bawa motor sendiri.” Jawab Khanza, tersenyum singkat.
Areez mengangguk. “Kalau begitu kami duluan ya? Senang bisa bertemu kembali denganmu dan semoga lain waktu kita bisa bertemu lagi.” Pamit Areez.
Khanza hanya mengangguk. Jauh di dalam hati, ia berharap bahwa kalimat yang baru saja Areez ucapkan itu keluar dari mulut Khaizar sendiri. Namun, lagi-lagi Khanza sadar bahwa harapan yang terlalu tinggi pada manusia hanya akan berakhir dengan kekecewaan.
“Kak Khanza, kami pulang dulu ya?” Ucap kedua gadis yang masing-masing tangan nya sudah Khaizar genggam erat.
Khanza menyeka air mata, berjongkok lalu tersenyum kearah keduanya. “Iya sayang, hati-hati ya? Besok kita bertemu lagi.” Ucapnya.
“Kakak menangis?” Tanya Kania.
“Hmm, ah, tidak-tidak. Kakak tidak menangis, kakak hanya terlalu senang melihat kalian bertemu dengan kakak-kakak baik hati ini. Ya sudah pulanglah.” Ucap Khanza, berbohong.
Saat akan kembali berdiri, tak sengaja kaki Khanza menginjak gamisnya sendiri hingga gadis itu hampir tersungkur jika Khaizar tidak sigap menahan tubuhnya.
“Hati-hati, kalau kamu jatuh bagaimana?!” Ucap Khaizar, sekilas menatap Khanza dengan tajam.
Khanza mendongak, sekilas beradu tatap dengan Khaizar. Meski sekilas, gadis itu bisa melihat raut kekhawatiran di wajah Khaizar. “M-maaf.”
Sadar telah terlalu lama memegang bahu gadis itu, Khaizar segera menjauhkan tangan nya. “Maaf, saya tidak bermaksud mengambil kesempatan.” Ucapnya.
Khanza tersenyum. “Tidak apa-apa, aku mengerti. Terimakasih.”
“Hmm.. Kalau begitu kami pamit, Assalamualaikum.” Ucap Khaizar, lalu pergi begitu saja tanpa menunggu Khanza membalas.
“Waalaikumsalam,” Jawab Khanza, lirih.
Areez benar-benar geram melihatnya. Bagi Areez apa yang Khaizar lakukan ini tidaklah benar. Melihat kearah Khanza, pemuda itu mendekat. “Maafkan dia ya? Aku tau perasaan mu tidak baik-baik saja setelah mendengar jawaban nya tadi. Tapi percayalah, di hatinya ma-”
“Areez, kamu ingin ku tinggal?”
Mendengar itu mata Areez membulat. “E-eh j-jangan! Tunggu sebentar!” Teriaknya.
“Ya sudah pulanglah, aku baik-baik saja.” Ucap Khanza, tersenyum.
Areez mengangguk. “Baiklah sampai bertemu lagi, Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Menghela nafas, gadis itu lantas tersenyum tipis begitu mobil Khaizar meninggakan pekarangan Masjid. Pertemuan singkat ini seharusnya membahagiakan bukan? Tetapi kenapa malah terasa menyakitkan. Kalau saja akan seperti ini, Khanza lebih memilih tidak dipertemukan dengan pemuda itu.
Sementara, laki-laki paruh baya yang berdiri di dekat pintu Masjid itu tersenyum. Pertemuan Khaizar dengan Khanza tak luput dari perhatian nya sejak tadi. Ternyata gadis yang sudah membuat seorang pemuda gagah seperti Khaizar sampai terkoyak hatinya adalah Khanza—Putri sulung Abdullah, teman nya.
“Laki-laki yang baik, memang pantas bersanding dengan perempuan yang baik pula. Bukakan jalan untuk mereka, terangi hati mereka dengan rasa cinta padaMu.” Doanya dalam hati.
*****
Story By
Assalamualaikum
Terimakasih sudah membaca💓
Gimana perasaan nya? Ada yang mau maki-maki Khaizar? WkwkwkSampai bertemu di part selanjutnya. Jangan lupa VOTE dan KOMEN YANG BANYAAK😂
![](https://img.wattpad.com/cover/318259302-288-k462222.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta sebening Air (END) ✔️
Fiksi Umum"Biarlah air mengalir. Biarlah angin mendingin. Biarlah cinta di dada. Demikian pula kita, biarlah seperti yang seharusnya." •••••• Khanza Rumi Abdullah Kecintaan nya pada air tak pernah berubah. Sejak ia kecil hingga beranjak dewasa. Gadis itu teta...