🌻Happy Reading🌻
•••••
PAGI HARI yang istimewa. Seumpama kuncup-kuncup mawar di pekarangan, hatinya pun sama merekah nya. Khimar merah muda yang dia kenakan seolah mewakili rasa bahagia yang terpancar.
Khanza tersenyum, mematut diri di depan cermin. Tak lupa rasa syukur ia ucapkan sebagai tanda terimakasih, sebab Allah sudah menciptakan nya dengan sebaik-baik bentuk. Manusia memang tidak ada yang sempurna, pun dengan Khanza. Kecantikan fisik yang ia miliki tidak serta merta menggambarkan keseluruhan dirinya. Khanza tetap manusia biasa, gadis itu punya banyak kekurangan terutama dalam hal pengendalian perasaan, dan Khanza menyadari itu.
“Cantik sekali anak Umi, mau kemana?”
Mendengar suara lembut milik perempuan yang ia sebut—Umi, Khanza menoleh.
“Eh, ada Umi. Khanza mau keluar sebentar, Umi.” Jawabnya, tersenyum.
Berjalan masuk ke dalam kamar putrinya, Aira mendudukan diri di tepi ranjang. “Keluar? Ke toko maksudnya?” Tanya Aira.
Khanza menggeleng. “Bukan Umi, Khanza mau...” Kalimatnya terjeda, ia ragu mengatakan pada Uminya bahwa ia akan bertemu dengan Khaizar.
“Mau?” Dahi Aira berkerut.
“Mau bertemu dengan Khaizar, Mi.”
Suara bariton yang tiba-tiba saja terdengar menjawab pertanyaan, membuat ibu dan anak itu lantas menoleh bersamaan.
Abdullah, laki-laki paruh baya itu tersenyum. Dengan langkah tenang memasuki kamar putrinya dan ikut mendudukan diri di tepi ranjang tepat disamping sang istri.
“Abi kok tahu sih?” Tanya Khanza, heran.
Abdullah terkekeh. “Tahu dong,”
“Ini sebenarnya ada apa sih? Kok Umi nggak paham? Terus maksudnya ketemu sama Khaizar itu apa? Memangnya Khaizar ada di Jogja? Bukan nya Kha-”
“Ssst, satu-satu tanya nya, Umi.” Potong Abdullah, menutup mulut sang istri dengan satu jari telunjuk.
Aira menyengir lebar, semakin tua jiwa kepo nya malah semakin meningkat. “Maaf, Bi. Habisnya Umi kan penasaran.” Ucapnya.
“Sama, Bi. Khanza juga.”
Abdullah tersenyum. “Baiklah, biar Abi jelaskan. Jadi, sebenarnya semalam Khaizar sudah lebih dulu menghubungi Abi, dia meminta izin untuk bertemu dengan Khanza hari ini di luar. Hmm, maksudnya di Masjid besar dekat toko roti Khanza. Katanya ada sesuatu yang ingin dia sampaikan pada Khanza.” Jelas Abdullah.
Mendengar apa yang baru saja Abinya katakan, Khanza terdiam. Ada perasaan bahagia dalam hatinya mengingat bahwa Khaizar memang pemuda yang baik dan bertanggung jawab. Khanza sama sekali tidak menyangka bahwa Khaizar akan melakukan hal semanis ini, sebelumnya.
Sementara Aira, dahinya semakin berkerut setelah mendengar penjelasan sang suami. “Jadi Khaizar benar ada disini, Bi?” Tanya nya.
Abdullah mengangguk. “Benar, Umi. Khaizar sudah hampir lima hari disini.” Jawab nya.
“MaasyaAllah, duh Umi jadi pengen deh Bi ketemu Khaizar. Pasti sekarang wajahnya tambah ganteng.” Celoteh Aira.
Abdullah terkekeh.
“Hmm, Bi? Lalu, apa Abi mengizinkan Khanza bertemu dengan Khaizar?” Tanya Khanza, ragu-ragu.
Abdullah mengangguk. “Abi izinkan, sayang.” Jawabnya, tersenyum.
“Alhamdulillah, terimakasih Abi.”
“Tapi jangan sendiri, tetap harus ditemani. Bawa Sabrina bersama mu, ya?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta sebening Air (END) ✔️
Ficção Geral"Biarlah air mengalir. Biarlah angin mendingin. Biarlah cinta di dada. Demikian pula kita, biarlah seperti yang seharusnya." •••••• Khanza Rumi Abdullah Kecintaan nya pada air tak pernah berubah. Sejak ia kecil hingga beranjak dewasa. Gadis itu teta...