🌻Happy Reading🌻
••••
Maafkanlah sebagaimana kita ingin dimaafkan
-Cinta Sebening Air-
••••
LANGKAH kakinya mendadak terhenti saat kedua matanya menangkap pemandangan yang begitu mengharukan.
Pemandangan yang selama bertahun-tahun ini ia harapkan akan terjadi, kini benar-benar terjadi di depan matanya sendiri. Matanya mengembun melihat bagaimana sosok ayah itu memeluk putrinya penuh sayang, bahkan sampai menitikan air mata. Entah keajaiban apa yang sudah mengubah hati suaminya, namun yang pasti ia bersyukur tuhan mengabulkan doa nya.
Tidak ingin mengganggu momen penuh haru antara suami dan putrinya, meski dalam hati ada banyak hal yang masih menjadi pertanyaan. Perempuan paruh baya berkhimar panjang itu memutuskan untuk berbalik arah seraya menyeka air mata. Biarlah nanti saja sesi tanya jawab itu ia lakukan.
“Maa,”
Namun, belum sampai dua langkah menjauh. Suara sang suami berhasil menghentikan langkahnya, Arini terpaku. Suara bariton itu terdengar tak seperti biasanya, kali ini suara itu menyebut namanya dengan ... lembut.
Arini berbalik namun tetap diam di tempat yang sama. “Iya, Pa?” Jawabnya, tersenyum canggung.
“Mama tidak ingin menyambut Papa, seperti biasanya?” Tanya Arkana dengan suara yang terdengar bergetar.
Embun yang mengumpul di matanya seketika luruh membasahi pipi, mendengar kalimat yang baru saja Arkana ucapkan. Arini mengangguk, berlari kecil menghampiri sang suami yang sudah merentangkan tangannya. Lalu sedetik setelahnya, sepasang suami dan istri yang tak lagi muda itu sudah saling memeluk erat dengan air mata yang tumpah ruah.
Raya tersenyum melihatnya, sedikit menjauh untuk memberikan ruang bagi kedua orang tuanya. Meski tak seluruhnya, Raya tau bagaimana hubungan keduanya selama ini.
Suasana semakin terasa haru saat tiba-tiba saja Arini bersimpuh di kaki suaminya. Rasa penyesalan akan penghianatan yang sudah ia lakukan beberapa tahun yang lalu tiba-tiba saja kembali terngiang. Ia belum bisa hidup dengan tenang sebelum sang suami memaafkan dosanya.
“Maafkan Mama, Pa. Mama banyak salah, Pa.” Arini terisak hebat.
Arkana menggeleng keras, berusaha membantu sang istri untuk kembali berdiri. “Bangun, Ma, ayo. Jangan seperti ini, Ma.”
“Tidak, biarkan seperti ini. Mama ini banyak salah sama Papa, Mama banyak dosa, Pa. Maafkan Mama, Pa.” Ucap Arini.
“Iya, Papa maafkan, Ma. Sudah ya, Ma? Bangun, ya? Kita bicara baik-baik.”
Arini mengangguk, membiarkan sang suami membantunya berdiri. Air matanya malah semakin bertambah begitu Arkana menyeka air matanya dengan lembut. Sungguh, andai saja dulu ia tidak berbuat hal bodoh mungkin ia akan selalu merasakan perlakuan manis seperti ini.
“Sudah dong, Ma. Kok, malah tambah nangis, sih? Cengengnya ngalah-ngalahin cucu kita.”
Arini terkekeh di sela-sela tangisnya, memukul pelan dada suaminya. “Habisnya, Papa, pulang kantor tiba-tiba manis begini, 'kan Mama jadi kebawa suasana, Pa. Papa kejedot apa, sih, di kantor?” Tanya Arini.
Arkana dan Raya terkekeh mendengarnya.
“Kejedot hidayah, Ma.” Seloroh Arkana seraya memeluk istrinya. “Maafkan Papa, ya, Ma? Papa masih jauh dari kata layak menjadi suami dan Papa yang baik untuk keluarga kita.” Lirihnya tepat di telinga Arini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta sebening Air (END) ✔️
Fiksi Umum"Biarlah air mengalir. Biarlah angin mendingin. Biarlah cinta di dada. Demikian pula kita, biarlah seperti yang seharusnya." •••••• Khanza Rumi Abdullah Kecintaan nya pada air tak pernah berubah. Sejak ia kecil hingga beranjak dewasa. Gadis itu teta...