🌻Happy Reading🌻
“Aku yang terlambat atau dia yang terlalu cepat”
-Khaizar-
•••••
KALIMAT hamdalah menjadi penutup.
Sejak pagi berkutat dengan tumpukan berkas di atas meja, akhirnya sang Direktur utama bisa bernafas lega. Pekerjaan nya selesai sesuai rencana. Memutar tubuh ke kanan dan ke kiri, Khaizar mencoba merenggangkan otot-otot yang menegang. Duduk terlalu lama membuat pinggang nya sedikit terasa pegal.
“Tidak ada berkas tambahan kan?” Tanya Khaizar pada Areez. Sang sekertaris yang sejak tadi duduk di hadapan nya sembari ikut memeriksa beberapa berkas.
Areez mendongak lantas menggelengkan kepalanya. “Sepertinya tidak ada.”
“Alhamdulillah,” Ucap Khaizar lalu menatap kearah jam tangan miliknya. “Sudah masuk waktu ashar, mari sholat dulu.” Sambungnya, beranjak dari kursi.
Kesibukan tidak pernah membuatnya lalai akan kewajiban. Baginya tidak ada kepentingan yang melebihi pentingnya melaksanakan kewajiban sebagai seorang hamba. Sebagaimana kita tidak ingin di nomer duakan, Allah pun sama.
Areez mengangguk, ikut beranjak dari kursinya. “Mau sholat ashar dimana?” Tanyanya, mengekori langkah panjang Khaizar keluar dari ruangan.
“Mushola kantor saja, supaya bisa jama'ah.” Jawab Khaizar, tanpa menoleh.
Areez kembali mengangguk. Ini yang selalu Khaizar jaga, sahabatnya itu hampir tidak pernah melewatkan pahala jama'ah di tengah kesibukan nya. Pernah suatu hari Areez mendampingi Khaizar dalam pertemuan pentingnya dengan beberapa klien asing, saat itu waktu dzuhur sudah tiba dan pertemuan baru saja dimulai. Namun, dengan tenangnya Khaizar malah mengatakan :
"Pertemuan di lanjutkan setelah sholat dzuhur. Jika anda mau menunggu, saya sangat berterima kasih. Tetapi jika tidak mau menunggu, saya tidak keberatan jika anda ingin pergi.”
Saat itu tentu saja beberapa dari mereka merasa keberatan. Khaizar dinilai tidak profesional sebab mengulur waktu pertemuan yang sebelumnya sudah di jadwalkan. Kerugian pun dia dapatkan, namun sang Direktur Utama tetap tenang. Bahkan menenangkan Areez yang saat itu sudah merasa gelisah tak karuan.
“Tenanglah, tidak akan merugi orang-orang yang mendahulukan urusan ibadahnya. Allah maha baik, kalau sudah rezeki pasti akan kembali meski dalam bentuk yang berbeda di lain hari.”
Dan benar saja, tepat seminggu setelah kerugian itu perusahaan nya memenangkan proyek yang cukup besar, bahkan dua kali lipat dari jumlah kerugiaan. Memang benar, janji Allah tidak akan pernah ingkar.
Hendak masuk ke dalam Mushola, langkah keduanya terhenti saat tak sengaja berpapasan dengan Abdullah di pintu masuk. Khaizar mendekat, tersenyum lantas mengambil tangan Abdullah untuk ia salami.
“Assalamualaikum, Om.”
Abdullah tersenyum. “Waalaikumsalam, Pak Dirut.”
“Om ini, selalu saja begitu.”
Abdullah terkekeh, menepuk bahu tegap milik Khaizar. “Memang seharusnya seperti itu kan? Oh iya, ngomong-ngomong wajah Pak Dirut kelihatan lelah sekali, berkas menumpuk banyak kah?” Tanya Abdullah.
“Yah begitu lah Om, rasanya kalau dituruti tidak akan selesai-selesai.” Jawab Khaizar.
Keduanya terkekeh, melangkah bersamaan memasuki Mushola kantor. Iqomah' sudah terdengar, bergegas mereka menempati shaf paling depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta sebening Air (END) ✔️
Ficción General"Biarlah air mengalir. Biarlah angin mendingin. Biarlah cinta di dada. Demikian pula kita, biarlah seperti yang seharusnya." •••••• Khanza Rumi Abdullah Kecintaan nya pada air tak pernah berubah. Sejak ia kecil hingga beranjak dewasa. Gadis itu teta...