BAGIAN 4

967 63 5
                                    

🌻Happy Reading🌻

••••

CINTA mereka tak pernah memudar.

Berjalan menuju dapur untuk mengisi botol air minumnya yang kosong, Khanza tersenyum saat melihat sang Abi tengah menyuapi Uminya dengan tangannya sendiri. Inilah yang Khanza kagumi dari kedua orang tuanya, menjaga agar bagaimana rasa cinta itu terus mekar dan tak pernah memudar disepanjang usia, menurut Khanza bukan hal yang mudah. Tetapi Abi dan Uminya mampu melakukan itu.

"Asik banget sih yang lagi berduaan." Ucap Khanza, terkekeh begitu melihat Abi dan Uminya tersentak, kaget.

Aira menoleh. "Astaghfirullah Kakak, ngagetin Umi deh!" Ucap Aira, mengelus dada.

"Maaf-maaf," Khanza terkekeh, berjalan menuju dispenser untuk mengisi botol air minumnya yang kosong.

"Kamu pulang jam berapa Kak, kok Abi tidak lihat?" Tanya Abdullah, sembari menyuapi sang istri dengan hati-hati.

Khanza tersenyum. "Sudah hampir setengah jam yang lalu, Abi. Khanza pulang saat Abi dan Umi belum pulang dari Masjid tadi, jadi Abi tidak lihat." Jawabnya.

Mendengar jawaban putrinya, Abdullah dan Aira mengangguk.

"Beberapa hari ini, Abi perhatikan kamu sering pulang malam kak? Apa toko roti sedang ramai pengunjung?" Tanya Abdullah.

"Alhamdulillah Abi, minggu-minggu ini toko roti kami ramai." Jawab Khanza, duduk di dekat sang Umi.

"Alhamdulillah," Ucap Aira. Perempuan yang masih memakai atasan mukena nya itu bergantian menyuapi sang suami.

"Tapi Abi khawatir kalau kamu sering pulang malam begini. Naik motor sendiri pula." Abdullah kembali bersuara, sebelum tangan sang istri menyuapkan nasi kedalam mulutnya.

Khanza tersenyum. "Tidak perlu khawatir Abi, Khanza baik-baik saja kok." Jawabnya, mencoba menenangkan sang Abi.

"Mulai besok, biar Abi saja yang menjemput." Putus Abdullah.

"Tidak perlu Abi, kalau Abi yang jemput Khanza yang khawatir. Sekarang lagi musim hujan, bagaimana kalau Ab-"

"Biar Aijaz yang antar jemput kakak, Bi."

Aijaz Khalil Abdullah - Laki-laki dengan setelan kaos oblong abu-abu dan celana pendek hitam itu datang kearah meja makan. Iseng, laki-laki itu menarik ujung jilbab sang kakak hingga menutupi wajahnya.

"Hih, Aijaz! Jahil banget sih!" Khanza mendengus, kesal.

Aijaz terkekeh, baginya menjahili sang kakak sampai dia berteriak adalah hiburan yang paling menyenangkan. "Maaf, sengaja." Balasnya, meledek.

"Abii, lihat Aijaz!" Adu Khanza pada Abdullah.

Abdullah menggeleng heran, menatap sang putra. "Aijaz," Tegurnya.

"Iya Abi, maaf." Aijaz menyengir. "Oh iya, soal yang tadi Aijaz serius Abi. Biar Aijaz saja yang antar jemput kakak." Sambungnya, membahas topik utama.

"Tidak usah lah, kakak bisa pulang sendiri kok." Ucap Khanza, menolak.

"Benar kamu tidak keberatan antar jemput kakak mu, Dek? Kuliah mu tidak terganggu?" Tanya Aira, mengabaikan penolakan dari putrinya.

Aijaz mengangguk. "Benar Umi. Kebetulan jam kuliah hanya dari ba'da dzuhur sampai ashar dan InsyaAllah tidak akan terganggu. Aijaz malah lebih khawatir kalau Abi yang antar jemput, ini musim hujan Umi." Jawabnya.

Cinta sebening Air (END) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang