BAGIAN 3

1K 62 3
                                    

🌻Happy Reading🌻

••••

LUKISAN alam penghias senja sudah terlihat sempurna, dari atas langit kota Jogja.

Pukul 19.30, toko roti sudah tutup sejak sepuluh menit yang lalu. Kini hanya tinggal Khanza, Anas, Sabrina dan beberapa karyawan yang bertugas membersihkan toko sebelum pulang.

Melihat kearah Khanza yang tengah sibuk dengan ponsel ditangan nya, Anas tersenyum. Laki-laki yang baru selesai membersihkan dapur itu mendekat, membawa satu cangkir coklat Panas lalu menyodorkan nya pada Khanza.

“Nih, ku buatkan coklat panas spesial. for you!” Ucap Anas, terkekeh. Meletakan satu cangkir coklat panas diatas meja.

Khanza tersenyum lebar. Matanya mengarah pada secangkir coklat panas yang masih mengepul asapnya diatas meja. Memejamkan mata, Khanza menghirup dalam-dalam aroma coklat panas favorit nya. Aroma dark coklat yang dipadu dengan kayu manis, dan susu itu benar-benar memanjakan indra penciuman nya. Coklat Panas klasik buatan Anas memang tiada dua, lezatnya!

Memegang cangkir itu dengan erat, Khanza menggelengkan kepala setelah menyeruput coklat panas buatan Anas. Rasa manis, hangat, dan wangi khas rempah membuatnya merem melek. Nikmat sekali!

“Bagaimana, lezat kan?” Tanya Anas.

Khanza mengangguk. “Pokoknya coklat panas buatan mu tetap nomor wahid, Nas!” Puji Khanza.

Anas terkekeh. “Alhamdulillah kalau kamu suka.” Ucapnya. “Oh iya, tentang pembicaraan kita semalam, bagaimana?” Tanya Anas, memelankan sedikit volume suaranya.

Mendengar itu, Khanza terdiam. Meletakan kembali cangkir coklat panas miliknya diatas meja. “Aku belum bicara, waktunya belum tepat untuk bicara sekarang. Sabar ya?” Ucapnya, merasa tidak enak.

Menghela nafas, Anas mengangguk. Laki-laki itu mengerti, bagaimana pun niat menikah bukan hal main-main, semua butuh waktu dan tidak bisa diburu. Sebab yang terburu-terburu itu hanya nafsu. “Hmm, aku mengerti. Semoga aku bisa secepatnya mendengar jawaban baik itu.”

Khanza hanya tersenyum, gadis itu tetap tidak bisa menjanjikan apa-apa. “Aamiin,” 

“Curang! Masa cuma Khanza yang di buatkan coklat panas. Kan aku juga mau, Nas!” Ucap Sabrina, cemberut. Gadis dengan setelan gamis peach itu datang setelah selesai menghitung pendapatan dengan salah satu karyawan bagian kasir. Anas dan Khanza menoleh bersamaan.

“Minum berdua, mau?” Tawar Khanza, tersenyum.

“Tidak perlu, habiskan saja. Aku tau kamu tidak akan rela berbagi coklat panas milik mu dengan siapapun, termasuk aku.” Ucap Sabrina, terkekeh.

“Kamu mau? Kalau mau biar ku buatkan lagi. Tungg-” Ucap Anas, hendak beranjak dari kursinya.

“Eh, tidak perlu Nas. Aku cuma becanda kali.” Potong Sabrina. Anas mengangguk, lalu kembali duduk.

“Ngomong-ngomong ada apa sih? Kelihatan nya serius sekali.” Tanya Sabrina. Pasalnya gadis itu sempat melihat raut wajah yang tidak enak dari Anas, tadi.

Mendengar pertanyaan Sabrina, Anas dan Khanza saling melempar pandang, meski hanya sekilas. “Tidak ada, hanya soal toko.” Jawab Khanza, mencoba bersikap biasa saja.

Sabrina hanya mengangguk.

“Lagipula kamu ini kenapa kepo sekali sih?” Cetus Anas.

Sabrina mendengus. “Lha kok ngegas sih? Kan cuma mau tau, kali aja ada kabar apa gitu. Sewot banget, heran!” Ucap Sabrina, kesal. Gadis galak itu dengan sengaja menendang bagian tulang kering Anas.

Cinta sebening Air (END) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang