BAGIAN 5

827 57 5
                                    

🌻Happy Reading🌻

••••

Deg

Deg

Deg

Menggumamkan istighfar berulang kali, Khanza terduduk diatas kursi. Semula, gadis itu tengah membantu karyawan untuk mengelap meja-meja pelanggan sebelum toko roti dibuka. Namun, entah apa yang terjadi, tiba-tiba saja jantungnya berdebar sangat kencang.

“Ada apa, Za?” Tanya Sabrina. Gadis itu memegang bahu Khanza, khawatir.

Khanza menghela nafasnya, lalu menggeleng. “Tidak apa-apa,” Jawab Khanza. “Hanya rasanya jantungku berdebar kencang sekali.” Sambungnya.

“Kamu sudah sarapan? Setau ku kalau jantung berdebar-debar tandanya kurang darah. Barangkali tadi pagi kamu belum sempat sarapan?” Tanya Sabrina.

“Sudah kok, Sab.”

“Atau jangan-jangan itu debar-debar cinta, Za.”

Mendengar celetukan Anas, kedua gadis itu menoleh. Khanza dengan raut wajah datarnya dan Sabrina dengan delikan matanya yang tajam.

“Jangan ngawur! Masih sempat-sempatnya becanda!” Cetus Sabrina, melotot.

Anas terkekeh. “Ya siapa tau saja kan?” Balasnya, enteng.

“Sudah-sudah. Mungkin benar kata Sabrina aku kurang darah.” Lerai Khanza.

“Kubelikan obat ya?” Tawar Sabrina.

Khanza menggeleng. “Tidak perlu, aku baik-baik saja.” Ucapnya.

Sebenarnya ada debaran yang tak biasa, yang Khanza rasakan saat ini. Debaran yang sudah cukup lama tidak dia rasakan setelah ...pertemuan terakhir itu. Ingin menepis tapi hatinya tidak bisa berbohong.  Debaran ini sama seperti debaran yang dia rasakan saat bersama dengan Khaizar dulu. Ada apa ini? Kenapa dia merasakan nya lagi? Kenapa ingatan nya tiba-tiba saja tertuju pada pemuda itu.

Khaizar,

Hati memang tidak bisa berbohong. Sejauh apa jarak diantara kita, getaran itu bahkan bisa menembusnya.

Khaizar,

Sekuat apapun aku menepis, nyatanya aku memang sangat merindukan mu.

“Astaghfirullah.” Gumamnya, pelan.

Ting..

Bel toko roti yang berbunyi, membuat atensi ketiganya teralihkan kearah pintu masuk. Perempuan dengan setelan gamis abu-abu dan khimar panjang warna senada itu sudah berdiri di dekat pintu sembari melempar senyum.

“Assalamualaikum,” Ucapnya, ramah. “Wah saya datangnya kepagian ya? Hehe.” Sambungnya.

“Waalaikumsalam,” Jawab ketiganya.

“Mbak Raya rupanya. Tidak kepagian kok Mbak. Mari Mbak duduk dulu.” Ucap Anas, mempersilahkan perempuan bernama Raya itu untuk duduk di salah satu kursi pelanggan.

Cinta sebening Air (END) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang