BAGIAN 18

664 69 9
                                    

🌻Happy Reading🌻

•••••

MENATAP nya menjadi hal yang paling dia hindari.

Mencoba mengabaikan pemuda yang sedari tadi terus menjadikan nya titik fokus, Khanza memilih untuk fokus menyusun snack box di atas meja tamu bersama Anindya—gadis ramah yang dikenalkan Raya padanya beberapa jam yang lalu.

Sementara Khaizar, entah sudah berapa kali pemuda itu menghela nafas. Ia tahu Khanza sengaja mengabaikan nya. Tersenyum tipis seraya mengalihkan pandangan, Khaizar tak bisa berbuat lebih meski hatinya ingin. Percakapan Khanza dan pemuda itu masih menjadi alasan mengapa ia diam.

“Mbak Khanza ini hebat ya, masih muda tapi usaha nya sudah lumayan besar.” Puji Anindya.

Khanza tersenyum. “Biasa saja Mbak Anin. Lagipula saya tidak sendiri, Khan's cake ini kami rintis bertiga.” Ucap Khanza.

Ikut menyimak obrolan dua gadis yang berdiri tak jauh darinya, bibir Khaizar tersenyum tipis. Dilihat sepintas, dua gadis itu memiliki kepribadian yang tidak jauh berbeda. Keduanya sama-sama ramah dan lembut, namun tentu saja yang paling mencolok di hatinya adalah Khanza. Bahkan setelah sekian tahun tak bersua, Khanza masih seperti yang dulu. Cantik, cerdas dan rendah hati.

Beruntung sekali pemuda itu. Pemuda yang bisa dengan mudah meluluhkan hati Khanza tanpa bersusah payah, tidak seperti dirinya.

“Khaizar, ternyata kamu disini. Pantas Mama cari di dalam tidak ada.”

Mendengar suara khas milik sang Mama, Khaizar menoleh kearah ruang tengah. Bibirnya tersenyum, melihat perempuan paruh baya dengan setelan gamis dan khimar panjang datang menghampirinya membawa satu piring berisi nasi dan lauk.

“Iya Ma, Khai disini. Ada apa Ma?” Tanya Khaizar.

“Ini lho, Mama bawakan ma- loh ini?” Menoleh kearah kanan, ucapan Arini terhenti begitu melihat perempuan yang tengah sibuk menata snack box bersama Anindya.

Mengangkat kepala, Khanza tersenyum tipis. Ingin menyapa lebih dulu, tetapi bibirnya seakan terkatup rapat. Ada malu dan segan yang masih tergenggam. Namun, tak disangka-sangka Arini lah yang menghampirinya lebih dulu. Tak butuh waktu lama bagi perempuan paruh baya itu mengenalinya. Meletakkan begitu saja piring yang ia bawa diatas meja, Arini memeluk Khanza erat sembari tersedu. Seumpama ibu dan anak yang lama tak bertemu.

“Ya Allah, Nak. Tante tidak salah kan? Kamu Khanza putri Aira kan?” Tanya Arini, menangkup pipi mulus Khanza dengan kedua tangan nya.

Khanza mengangguk. “Benar tante, ini Khanza.” Jawabnya.

“MaasyaAllah, Nak. Tante tidak menyangka kita bisa bertemu disini.” Sekali lagi Arini memeluknya.

Melihat pemandangan yang mengharukan di depan mata, Khaizar tersenyum. Ada rasa bahagia sekaligus nyeri yang bersamaan hadir dalam hati. Bahagia melihat sang Mama begitu menyayangi Khanza dan nyeri mengingat bahwa harapan nya untuk menjadikan Khanza menantu sang Mama tak akan terwujud.

Sementara Anindya, melihat keakrab an yang terjadi antara Arini dan Khanza membuat hatinya bertanya-tanya. Mengapa sepertinya Arini sangat mengenali gadis itu bahkan memeluknya sampai tersedu-sedu.

Cinta sebening Air (END) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang