13 | About Ruth & Kee

45K 3.5K 304
                                    

Tidak terasa lima hari sudah taruhan mereka berjalan. Taruhan siapa yang lebih dulu jatuh cinta, menyerah kemudian memposting surat klarifikasi mereka di Instagram.

Saat ini hari minggu. Setelah membersihkan diri lalu mengenakan celana jogger abu-abu, Keegan duduk memainkan gitarnya di depan jendela kamar.

Menghadap ke luar melihat langsung kepada pepohonan cemara hutan yang dihinggapi oleh burung-burung kecil pada dahannya.

Bersandar dan membuka kedua kaki kokohnya, pria itu memetik gitarnya lincah menciptakan melodi dari satu lugu berjudul señorita.

Keegan ikut bersenandung kecil samar-samar. Ia mendongak menopang lehernya di kepala kursi. Menimbulkan jakunnya yang menonjol keluar. Masih terus memainkan gitarnya.

Baru saja ia menikmati minggu pangginya yang cerah, pelayan senior yang juga sudah ia anggap ibu tiba-tiba saja memasuki kamarnya.

"Prince!" panggil wanita paruh baya itu.

Keegan menoleh berhenti memetik gitarnya. "Ada apa?" tanya Keegan. Mendapati wanita itu yang napasnya terengah-engah habis berlari menaiki anak tangga.

"Nyonya, Prince. Dia terjatuh di halaman belakang saat ingin mengunjungi kandang kelinci. Kami sudah membawanya ke kamar dan memanggil Dokter untuk datang memeriksa."

Keegan tidak membalas apa pun. Buru-buru ia berlari keluar kamar, meninggalkan pelayan tadi yang sampai terhempas ke samping karena Keegan menyenggol tubuhnya.

Brakh!

Semua orang terperangah. Kaget, melengos kilat ke arah Keegan yang membuka pintu kamar Thalia dengan sangat kasar sampai menubruk dinding.

Keegan mendekat. Dadanya berdebar, membayangkan Thalia sudah pendarahan atau yang lainnya. Bahkan membayangkan jika anak mereka mendadak keluar akibat terjatuh.

"Hey, pelan-pelan. Kau mengagetkan— haih?" Kening Thalia berkerut. Keegan seketika memeluk perutnya, menempelkan sisi wajah juga telinganya di perut Thalia.

Dia tangkup juga pipi Thalia, mengelap keringat perempuan itu yang kini terlihat pucat. "Kita ke rumah sakit," putus Keegan mendadak.

"Untuk apa lagi? Tidak usah, Dokter sudah dalam perjalanan kemari," sahut Thalia cepat.

"Kita harus memeriksa keadaan si batu. Aku takut dia—,"

"Aku saja tidak apa-apa, tentu saja dia pun tetap aman. Jangan khawatir, aku masih bisa merasakan tendangannya," sela Thalia kemudian menjelaskan.

Keegan menarik napasnya dalam-dalam. Dia panik namun seketika menjadi jengkel.

"Lagi pula untuk apa juga kau ke halaman belakang? Kelinci-kelinci itu tidak akan mati meski tidak kau kunjungi." Keegan mulai mengomel.

"Jadi kau menyalahkanku? Siapa yang tahu jika aku akan terjatuh. Kau pikir aku ini peramal," balas Thalia cepat.

"Begini. Beginilah kebiasaanmu. Selalu saja membantah dan keras kepala setiap kali kuberitahu. Bagaimana jika tadi kau pendarahan?"

"Tapi 'kan aku tidak pendarahan. Buktinya si batu pun tetap aman. Lagi pula dia 'kan batu, katamu. Bukan aku." Thalia membuang muka.

Keegan melengos cepat melihat Thalia. "Kenapa juga kau ikut-ikutan memanggilnya batu?"

Kembali lagi Thalia melihat Keegan. "Karena Ayahnya batu. Batu tua zaman purba."

Hening dan sunyi senyap melanda. Semuanya hanya saling melempar pandang, melihat Keegan dan Thalia berganti-gantain.

Yang satunya khawatir dan yang satunya keras kepala.

Tidak mereka sadari jika satu persatu para pelayan keluar dari kamar itu. Juga Matheo yang lantas keluar setelah menepuki pundak Keegan dua kali.

BRUTAL ACCIDENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang