37 | Repeatedly

35.9K 2.4K 190
                                    

Ayo, jangan lupa vote yaa

****

Karena Thalia yang meminta, tentu saja tidak akan Keegan tolak. Ekhem. Sepolos apa pun para laki-laki, jika sudah mengenai anu, siap-siap saja untuk menerima kebrutalan mereka.

Sekarang Keegan dan Thalia sudah berada di kamar. Pada tepi ranjang Thalia duduk manis, mengulum bibir ia amati Keegan berdiri di depan pintu kamar mereka yang sudah ditutup rapat.

"Apa?"

"Ya apa?"

Alih-alih langsung menerjang, pasangan itu justru saling menatap bersama ekspresi yang lucu. Kenapa mendadak menjadi kaku begini?

Barulah Keegan sadari. Inilah aslinya jika malam itu tiga sahabat serta mertuanya tidak buat dia mabuk kacau dan Hunter tidak memberinya dua pil laknat yang masih tidak Keegan ketahui.

Mau bagaimanapun, Keegan tetap saja golongan pria yang malu-malu. Mau dipaksa atau sudah beberapa kali terjadi pun, tetap saja Keegan masih agak kaku untuk memulainya lebih dulu.

"Tuan batu sedang apa?" tanya Thalia.

"Mengikutimu kemari. Ini kamarku— maksudnya kamar kita," jabar Keegan.

Hening selama hampir dua menit. Keegan bergeming, tertunduk menatap lantai dan setia berdiri di depan pintu. Di posisinya Thalia ikut bergeming, masih ia amati wajah Keegan yang kini tertutupi oleh suria merah pria itu sendiri—sebab Keegan yang tertunduk.

Menarik napasnya dalam, Thalia lalu embuskan perlahan-lahan dan ia berdiri kini. "Tuan batu tidak ingin melepas pakaian?"

Dan sekarang Keegan yang menarik napas dalam kemudian dia embuskan perlahan. Mengangkat wajahnya menatap Thalia dengan jarak beberapa meter yang saat ini memisahkan mereka.

Sambil menanggalkan pakaian atasnya Keegan terus menatap lurus lekat ke wajah Thalia. Dia kunci mati kontak mata mereka dan kini siren eyesnya menajam sipit.

Setelah bertelanjang dada Keegan lalu berderap maju menghampiri Thalia. Berhenti ia memberi jarak satu meter di antara mereka.

"Katakan sesuatu," minta lelaki ini.

"Aku tidak tahu."

Melangkah sekali Thalia mendekati Keegan. Hampir bersentuhan wajah Thalia dengan dada lelaki di depannya kini. Bola mata Thalia bergerak naik, menengadah lantas bertemu lagi sudah kontak mata mereka.

"Aku tidak tahu harus mengatakan apa." Thalia berkata lagi. Jari telunjuknya menyentuh perut Keegan, perlahan-lahan naik lurus sampai pada jakun suaminya.

Berhenti di sana Thalia pun dapat merasakan gerakan jakun Keegan tatkala suaminya meneguk saliva. Keegan yang ini berbeda dengan Keegan yang dua malam lalu. Thalia mampu mendengar degup jantung suaminya berdebar kencang.

"Tuan batu gugup?"

"Aku hanya merasa ngeri. Rasanya seperti aku akan meniduri anak di bawah umur," terang Keegan.

"Aku tidak sekecil itu."

"Tidak, kau sekecil itu."

Setelah kalimat Keegan terlontar, sontak Thalia menahan napas ketika tiba-tiba saja Keegan memegang penuh lingkar batang lehernya hanya memakai satu tangan saja.

Keegan merunduk rendah mendekatkan wajah mereka.

"Batang lehermu yang terlihat saja tidak lebih besar dari telapak tanganku, Thalia. Bayangkanlah, selama ini aku bermain-main dengan yang lebih kecil dari batang lehermu menggunakan sesuatu yang kumiliki dan itu seukuran lenganmu." Berbisik pria itu di depan bibir istrinya.

BRUTAL ACCIDENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang