21 | Rebel

39.1K 3.7K 562
                                    

"Apa? Kau serius?"

"Um. Roman si bangkotan busuk itu ingin menikahkan Thalia dengan laki-laki pilihannya." Keegan menjelaskan, jengkel.

"Dan kau tidak ingin melakukan sesuatu?" Hunter agak melotot. Kali ini ia akan benar-benar marah jika Keegan merelakan Thalia begitu saja.

Keegan terkekeh rendah. Ia sisir naik surai merahnya memakai lima jari. Duduk bersandar dengan kepala mendongak menonjolkan jakunnya.

"Kau pikir aku akan merelakannya seperti kuserahkan Ruth padamu dulu, um?" Kini Keegan tatapi Hunter serius.

"Kuharap tidak," balas Hunter. Dia tidak ingin Keegan mengalah. Kali ini Keegan harus maju dan melakukan perampasan secara paksa.

Keegan merentangkan kedua tangannya di kepala sofa. "Dia akan menjadi milikku," kata lelaki itu. Mengerlingkan sebelah mata kepada Hunter yang mengangkat satu alisnya untuk Keegan.

"Jangan sembrono. Temui saja dulu Roman dan bicarakan baik-baik tentang niat seriusmu. Berikan saja apa yang mereka inginkan." Hunter memberi saran. Orang-orang seperti Roman tidak akan menolak jika disogok dengan uang.

Keegan berdiri. Ia pakai kembali sarung tangannya yang tadi ia lepaskan. "Aku bosan mengalah, menjelaskan dan menempuh jalan baik-baik. Biarkan kali ini kupakai jalan pintas."

"Jalan pintas? Maksudmu— apa?" Hunter melotot bulat. Bangkit berdiri dan ia dekati Keegan.

"Kau ingin—,"

"Aku ingin menculiknya," potong Keegan cepat.

"Menculik dan mengisi kembali perutnya dengan batu," lanjut Keegan. Melengkapi.

****

"S-Sean?" Thalia melotot kemudian ia melihat kepada ayahnya.

"Ayah bercanda? Apa-apaan ini?" Berbalik singkat Thalia meraup wajahnya kasar.

Kembali lagi Thalia melihat Sean, pasangannya dalam menari es. "Jadi kau sudah tahu tentang perjodohan ini, Sean?" tanya Thalia. Ia melotot marah.

Sean menyenggut samar-samar. "Maafkan aku. Aku tidak memiliki kuasa untuk membantah dan sejujurnya pun aku menyukaimu, Thalia. Maafkan aku," jelas Sean.

Di hadapan Roman dan Maia juga kedua orang tuanya, Sean hendak meraih tangan Thalia untuk ia kenakan cincin pertunangan mereka.

Namun sebelum hal itu terjadi, Thalia menarik kasar tangannya lantas ia melangkah mundur.

"Dengar. Aku tidak akan mau menerima pertunangan ini, aku tidak akan—,"

"Kau ingin membantahku, Thalia?" Roman bersuara. Berubah sengit suasana di ruang tamu megah itu.

Thalia semakin melotot. Ia tatapi Roman penuh amarah. "Ya, tentu saja aku akan membantah Ayah. Pernahkah Ayah memikirkan perasaanku? Pernahkah Ayah memikirkan apa yang kuinginkan, pernahkah? Sekalipun tidak. Tidak pernah," pekik Thalia.

Perempuan itu lihat semua wajah di sana secara bergantian. "Dari kecil Ayah selalu mengaturku secara berlebihan. Ayah mengendalikan hidupku seperti boneka dan aku harus tumbuh seperti apa yang Ayah inginkan," tandas Thalia lagi.

"Siang malam aku hanya dipaksa untuk belajar. Aku tidak memiliki waktu untuk bermain dengan teman-teman sebayaku. Ayah menuntutku untuk menjadi wanita sempurna, padahal Ayah tahu kesempurnaan bukanlah milik manusia, termasuk aku."

BRUTAL ACCIDENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang