17 | Hurt

43K 3.5K 530
                                    

Dua minggu setelah kecelakaan tidak terduga yang datang menimpa Thalia secara mendadak, pihak kepolisian pun telah berhasil menangkap seorang pria yang diketahui sebagai pelaku utama dalam kecelakaan Thalia kala itu.

Di hadapan Hunter, Ruth, Caleb, Matheo serta semua polisi, Keegan berdiri di hadapan pria paruh tersebut yang hanya bisa menangis, memeluk kaki Keegan dengan gemetaran.

Ia menangis sesenggukkan, memohon ampunan Keegan atas kehancuran serta kematian yang telah ia ciptakan.

Keegan bergeming tanpa ekspresi, terdiam membisu mendengar tangisan pria tersebut yang juga merupakan seorang ayah dari dua putrinya yang masih kecil-kecil.

Leher Keegan seperti terikat oleh tali tambang. Ia menatap plafon di atas dan Hunter tahu pria itu tengah menahan bulir beningnya agar tidak sampai luruh.

"Berdiri." Keegan merunduk, ia pegang kedua pundak lelaki itu yang seumuran dengan Matheo. Dia bawa bangkit berdiri dan pria itu kian gemetar, tangisnya tak terbendung lagi melihat raut wajah Keegan yang tidak memiliki ekspresi. Terlalu datar untuk seseorang yang sedang diterpa duka.

Pria itu menyatukan kedua telapak tangannya, seketika jatuh berlutut dan ia bersujud di bawah kaki Keegan. Benar-benar bersujud lantas menangis hebat, menjadi-jadi tangis pecahnya.

Keegan meneguk salivanya susah. Ia tekuk satu lututnya di lantai dan membawa lelaki itu mengangkat kepala, saling menatap kini mereka dalam kehancuran.

"Jadi kau tidak sengaja menabrak calon istriku, hm?" Keegan bersuara. Ia tanyai pria itu dengan lembut.

"Tuan... aku bersumpah demi nama Tuhan dan kedua putriku yang sangat aku cintai, aku hanyalah sopir biasa yang sedang mencari uang... a-aku, aku tidak bermaksud untuk— Tuan..."

Serak, parau lirih dan gemetar pria itu berucap. Ia tutup wajahnya memakai telapak tangan, tak kuasa menerima tatapan lembut Keegan yang menyorotnya secara mendalam. Menyembunyikan sisi terlukanya.

Keegan mengangguk. Ia tepuk-tepuk pelan pundak pria itu bersama lingkar matanya yang memerah, pun terasa panas.

"Tidak apa. Aku memaafkanmu," celetuk Keegan lantas melihat ke arah seorang polisi.

"Kasus dan tuntutanku kucabut. Bebaskan dia, biarkan dia mencari uang untuk istri juga kedua putrinya yang masih kecil," putus Keegan.

Semua yang bernapas di sana saling melempar pandang, tertegun, terhenyak hati kecil mereka mendengar keputusan lelaki itu.

Hunter kepal kuat kedua tangannya. Lagi, lagi dan lagi, Keegan mengalah dan menelan mentah-mentah semua rasa sakitnya tanpa ingin menyalahkan siapa pun. Menadah semua kehancuran itu hanya untuknya seorang.

"Tidak ada yang menginginkan hal semacam ini terjadi. Semuanya terjadi begitu saja tanpa kita duga, aku pun tidak pernah membayangkan jika semuanya berakhir seperti ini," tutur Keegan. Menahan mati-matian rasa sesak di dadanya. Tersembunyi dibalik tulusnya perasaan lelaki tersebut.

"Aku tidak menyalahkan siapa-siapa, cukup aku tahu jika beginilah garis takdir. Setidaknya aku bersyukur karena Thalia masih bisa diselamatkan," sambung Keegan. Tegas namun menyiratkan garis luka.

"Kasus dan masalah ini selesai." Keegan memakai kembali sarung tangan hitamnya di kedua tangan.

"Permisi, masih banyak yang harus kuselesaikan di kantor," pungkas Keegan. Meninggalkan semua orang yang berada di sana dalam keterdiaman membeku.

Pergilah pria itu, mengemudikan mobilnya selaju yang ia sanggup. Membelah jalanan kota Amsterdam di tengah-tengah teriknya matahari menyorot, namun rasa dingin di kedalaman hatinya menuntut marah. Entah harus kepada siapa ia lampiaskan kendati sesungguhnya ia terbiasa untuk menelan semua rasa sakit tidak adil semacam itu secara mentah-mentah.

BRUTAL ACCIDENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang