22 | Japan

42.2K 3.4K 370
                                    

Matahari menyambut. Merekahkan sinarnya yang hangat, memapar Jet Keegan yang masih mengudara dikendalikan oleh sang pilot.

Semalaman penuh Keegan terjaga. Tidak tertidur meski barang semenit pun. Ia demam tinggi, magnya kambuh setelah satu hari kemarin dia tidak makan. Khawatir, keras memikirkan Thalia yang begitu mengacaukan hati juga pikirannya.

Keegan melirik ke arloji yang bertengger di lengannya. Melihat telah pukul delapan pagi dan mereka akan segera sampai di Jepang.

Senyum tampan terbit di bibir Keegan. Ia duduk memangku satu kakinya gagah, pria itu bersedekap bersama jasnya yang ia gantung pada lengan.

Bersandar ia agak menengadah, melirik Thalia memakai ekor matanya saja. Melihat wanita itu masih tertidur dengan napas berembus teratur. Meringkuk di atas kursi Jet seraya memakai selimut tebal.

Thalia setuju untuk pergi bersama Keegan. Apa pun yang akan terjadi nanti, biarlah waktu yang memperbaikinya.

Perkataan Keegan semalam membuat Thalia merasa tertampar. Kontan meyakinkan hati Thalia untuk pergi bersama pria tersebut tanpa lagi memikirkan Roman.

"Aku tidak tahu pasti apa itu kunci keberhasilan serta kebahagiaan, karena manusia memiliki dan akan menempuh jalan pun prosesnya masing-masing.

Tapi satu yang kutahu pasti, kunci kegagalan dan kehancuran ialah terus berusaha untuk menyenangkan hati semua orang. Dan melupakan apa mimpi awal juga niat utama dari kehidupanmu saat ini."

Demikian Keegan berkata.

Setelah memutuskan untuk pergi bersama Keegan, Thalia lalu membuat keputusan lagi agar mereka pergi ke Jepang saja. Negara yang sudah lama sangat ingin Thalia kunjungi namun tidak pernah sempat.

Perlahan, hati-hati Keegan merapikan anak-anak rambut Thalia. Senyum manisnya terbit lagi tatkala Thalia menggeliat kecil.

Satu yang Keegan ketahui pasti, saat ini hatinya hanya ingin bersama Thalia.

Dia mencintai perempuan itu entah sejak kapan tepatnya, namun, Keegan akui jika ia merasa akan kembali hancur bila saja Thalia benar-benar akan meninggalkannya dan menjadi hak milik pria lain.

"Uh? Panas sekali tanganmu." Thalia terbangun. Tiba-tiba ia pegang, menggenggam tangan Keegan yang tadi sempat turun dan mengusap pipinya lembut.

Keegan diam saja. Ia perhatikan muka ciri khas bangun tidur Thalia yang gemas pun terlihat cantik natural.

"Kau sakit?" Thalia melepas selimutnya. Duduk dengan benar lantas merabai kening Keegan memakai telapak tangannya.

Keegan memejamkan mata. Ia ambil tangan Thalia dari keningnya, menggenggam erat, menyatukan kelima jari mereka dan ia bawa punggung tangan Thalia ke bibirnya.

Jadilah Thalia bergeming kikuk. Ia berkedip, melihat pada bibir Keegan yang agak pucat dan tengah mengecup punggung tangannya dengan lama pun memejam tenang.

"Bi-bibirmu pucat dan kering," celetuk Thalia. Fokus melihat ke bibir Keegan yang memang tampak kering. Seperti seseorang yang kekurangan cairan tubuh.

"Satu hari aku tidak makan dan sedikit demam. Bukan masalah besar," balas Keegan pada akhirnya.

Masih menahan tangan Thalia dan wanita itu semakin merasa canggung ketika Keegan menatapnya lama.

"Kenapa tidak makan? Lambungmu bisa sakit," kata Thalia.

"Itu penyakit umum. Dari remaja aku sudah memilikinya karena aku sulit makan, terlebih jika aku sedang berpikir keras atau terpikirkan oleh sesuatu," terang Keegan.

BRUTAL ACCIDENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang