39 | Insane

32K 2.4K 137
                                    

Lima bulan masa kehamilan ....

"Aku mau ini, ini, ini... dan ini. Ini juga. Ini juga ya, tolong kau catat semuanya."

Seperti orang hutan kelaparan, Thalia memesan banyak sekali menu-menu makanan di restaurant yang malam ini ia dan Keegan juga Matheo kunjungi.

Jujur saja, Keegan dan Matheo sampai-sampai mendadak kenyang ketika semua menu-menu datang memenuhi meja yang mereka tempati kini. Penuh hingga tak ada sisa lagi bagi Thalia untuk meletakkan tasnya.

Akhirnya dia serahkan tasnya kepada Keegan dan menyuruh Keegan kalingi di leher. Tidak bisa menolak, Keegan pun mengalungi tas Thalia di lehernya seperti kalung raksasa. Mana warna hijau terang sementara Keegan memakai setelan formal hitam licin.

"Selamat makan..." Thalia menggosok-gosok telapak tangannya seperti lalat sebelum menyantap. Dia mulai makan dengan lahap, balas dendam betul setelah tiga bulan lamanya ia tak dapat makan dengan benar karena terus sakit-sakitan.

Keegan dan Matheo diam saja, menelan saliva mereka melihat cara makan Thalia yang brutal. Tidak lagi memakai garpu dan pisau daging, Thalia memegang semua daging-daging berbumbu merah itu dengan kedua tangannya.

"Pelan-pelan, Thalia. Nanti kau mun— tah."

Kan, benar saja. Begitu Keegan berucap, spontan Thalia muntah. Mengeluarkan semua makanan yang tadi dia lahap lalu seketika menangis, sedih betul melihat makanan-makanan itu keluar lagi di atas meja.

Panik, Keegan buru-buru membersihkan mulut Thalia, kedua tangan Thalia dan Thalia terus saja menangis menunjuki muntahnya geregetan. "Makanya jangan bilang aku muntah. Mulutmu itu terkutuk." Thalia menyalahkan mulut Keegan.

Matheo juga panik. Dia memanggil para staf restaurant, memberi segepok uang kepada mereka agar mau membersihkan seluruh muntahan Thalia. "Cepat, tolong kalian bersihkan ini."

"Kenapa mulutku? Aku hanya mengingatkan dan benar kau langsung muntah."

"Hah! Mulutmu itu memang terkutuk. Aku tidak mau tahu, pulang nanti kau jahit mulutmu itu sampai rapat."

"Iya, iya. Iya nanti kujahit mulutku ini dengan kawat."

Bukannya kasihan, orang-orang di sana justru terkekeh dan hampir tertawa mendengar perdebatan suami istri itu. Terlebih tas hijau terang yang masih menggantung di leher Keegan, membuat pria itu tampak berwarna kinclong.

"Aku tidak mau makan lagi. Aku mau pulang." Thalia mendadak jengkel, suasana hatinya berubah lalu meminta pulang.

Keegan dan Matheo menghela napas. Mengamati Thalia berjalan cepat-cepat dengan perut bulat, menenteng tas dan hanya memakai sandal jepit tipis berwarna pink. Saat akan melewati pintu restaurant yang belum terbuka sempurna, tersendat badan bulat gemuk wanita itu di sana.

"Siapa yang membuat pintu seperti ini? Pintu jelek!" Thalia mengomel, memukul pintu kaca itu dan kembali melangkah cepat-cepat.

"Aku stress sekali dengannya. Adakah yang ingin membeli ikan buntal sepertinya di pasar?"

"Ada." Matheo yang selama lima bulan ini pun sudah dibuat amat stress, dia melotot antusias melihat Keegan. "Ada." Matheo meremas kuat kedua pundak Keegan. "Jual saja ikan buntalmu itu di pasar. Aku tahu tempatnya."

Hampir satu menit mereka saling menatap dengan mata membulat, di detik berikutnya kedua pria itu tertawa hingga pundak mereka bergejolak.

"Tolong, besok-besok jangan buat anak lagi. Satu saja, aku tidak sanggup lagi menghadapi wanita hamil. Aku stress... stress... stress..." Matheo menjambaki rambutnya sendiri hingga ia dipandangi oleh orang-orang di dalam sana.

BRUTAL ACCIDENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang