06.45.
"Ransel, jaket, snack, yap udah ada semua," gumam Auro membawa semua bawaan-bawaan tersebut lalu keluar menemui Aura dan kedua orangtuanya. Hari ini Auro yang akan mengantar kakaknya menuju sekolah dengan supir gocar biasanya, lalu akan melanjutkan kembali perjalanannya menuju bandara.
Aura dan Auro berpamitan pada kedua orangtuanya. Hanya saja rona Aura hari ini agak berbeda, badannya sedikit tidak bersemangat semacam tidak enak badan, namun ia tetap mencium punggung tangan Abi dan Ibunnya hendak ke sekolah. Ia mungkin kekurangan darah setelah beberapa hari ini sibuk mengerjakan tugas double miliknya juga Auro sampai jam tidurnya pun tersita, disebabkan membagi banyak pekerjaan sekolah dan menjadi anak yang harus merawat Abinya. Kerap juga Aura ditemukan tertidur di saat-saat jam istirahat.
"Aura nggak apa-apa?" tanya Abi sembari tak melepaskan pegangannya pada bagian perut Abi yang terluka.
"Nggak apa-apa kok, Bi. Paling kecapekan aja,"
"Kemarin tidurnya jam berapa lagi emang?"
"Jam dua kayanya deh,"
"Ya ampun, Nak, jangan sampe anemia loh. Kamu harus jaga kesehatan, lagian kalau prestasi masih bisa didapet di mana aja, kalau sehat mana bisa dicari kalau udah terlanjur parah, nggak bisa diobatin," tambah Abi memperingatkan.
"Iya, Bi. Aura nanti mau minta Lilo temenin ke apotek juga pulang sekolah,"
"Ya udah hati-hati kalau gitu,"
"Auro pamit juga, Abi, Ibun," sahut Auro juga mengikuti ritual seperti Aura tadi, menyalami punggung tangan orangtuanya.
"Hati-hati, kalau ketemu bule senyumin aja. Mereka suka tuh orang yang ramah, oke,"
"Siap, Bi,"
"Jagain handphone Abi baik-baik, jangan sampai ilang, jangan sampai lecet,"
"Iya, Bi,"
"Satu lagi, jaga diri di sana, jilbabnya jangan dilepas, dan jangan nyoba-nyoba pake bikini keluar rumah,"
"Apaan sih Abi, ih. Ya kali,"
"Cuman ngingetin doang. Salamin sama Om Bram juga ya, bilang Abi belum bisa ketemu dia,"
"Iya, Bi,"
"Pamit dulu kalau gitu. Assalamu'alaikum,"
"Wa'alaikumussalam. Hati-hati," ucap Ibun sempat mencium kening Auro yang hendak terbang jauh tidak lupa kepada Aura juga. Kedua putri tersebut kemudian bergegas pergi dengan lambaian tangan pada orangtuanya yang menyaksikan kepergian mereka dari dalam taksi online.
"Ra, lu gak apa-apa, kan?" sahut Auro memulai percakapan mereka di perjalanan. Jelas penampakan Aura patut untuk dipertanyakan adiknya.
"Enggak. Bawaan kecapean aja kali ini, apalagi udah pekan-pekan menuju ujian semester,"
"Kayanya emang gua perlu hiburan dikit main salju kali ya, biar ademan kepala gua nggak ikut semester bareng lu entar," celetuk Auro terdengar cemas.
"Nanti aku buatin ringkasan aja, biar kamu hafalannya juga gampang,"
"Kenapa nggak sekalian contekannya?"
"Ih, nggak boleh, Ro, itu namanya bukan hasil halal. Aku bukan takut kesaing ya, Ro, kamu kalau mau peringkat teratas pun aku justru malah tambah seneng, tapi jalannya juga harus bener,"
"Iya, iya," Auro mengangguk pasrah.
Obrolan basa-basi mereka akhirnya usai kala Aura memutuskan turun dari gocar meninggalkan Auro berdua dengan driver. Tidak cukup setengah jam Auro pun sampai di bandara menunggu panggilan take off pesawatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AURORA (END)
Teen Fiction"Nakal, bego, keras kepala, pembangkang, durhaka ... Sebenernya kelebihan gua apa sih, sampai harus nekad hidup di dunia ini?!" -Aurora *** Aku menjadikan diriku seperti bayaran atas...