“Ibun, Ibun pengganggu dalam hidup Auro. Tapi Ibun harus tahu ... apa pun akan Auro lakukan agar Ibun kembali bahagia.”
—Aurora, 2018.
***
BEBERAPA hari telah berlalu setelah Aura dan Auro resmi menjadi siswi tetap di sekolah barunya, namun sampai detik sekarang mereka belum juga diperbolehkan melakukan perubahan apa pun dan belum berhak mendapat hak paten serupa dengan teman-temannya yang lain. Rasanya masih sama saja dengan hari kemarin bahwa Auro masih tertahan di kursinya sendiri tak boleh bergerak macam-macam, atau kalau tidak, dia akan mengancam reputasinya menjadi pindahan yang lebih berandalan.
Auro terduduk lesuh mendengar Aura bercerita di sepanjang waktu entah apa lagi yang dibahas, mata Auro memang nampak terjaga, namun dalam hati dan kepalanya, dia sudah tak sadarkan diri bermimpi melampaui batas dunia. Andai dia begini, begitu, dan segala macam impiannya yang harus tertunda oleh sekat bernama 'Ibun'.
Belum beranjak dari kursi bahkan lamunannya, suara berisik di luar sana tiba-tiba saja ruah mengaung bagai hendak mengunjuk rasa di hadapan gedung politik.
Ujung lirikan Auro dibuat ikut beralih tatkala gebrakan di pintu kelasnya yang justru menjadi sasaran amukan mereka. Jelas hal tersebut mengejutkan seisi kelas sampai makhluk-makhluk tak kasat mata yang mengusapi mata Auro semuanya ikut melarikan diri tak jadi menidurkan Auro.
“Woi, Lilo ... sini lu brengsek!!!”
Sekitar sepuluh orang tiba-tiba datang mengerumuni lelaki yang bersiul di perkenalan Aura kemarin. Bagai sedang tersidang oleh kumpulan preman, lelaki bernama Lilo setengah berani berdiri memajui mereka di bangkunya juga.
“Kenapa lu manggil-manggil gua?”
“Ngapain lu jalan sama cewek gua kemaren, huh?”
“Wait, selow-lah, man, jangan asal main nyalahin gua, lu tanya dong cewek lu, kali aja emang lu yang kurang cakep,” balas Lilo bernada santai diselingi canda.
“Ngomong apa lu?”
Suasana semakin mencekam, perkelahian hampir terjadi tatkala ketua bandit tersebut akhirnya menarik kera baju Lilo. Lilo dengan berani juga menarik kembali keranya tak sudi lelaki tersebut menyentuh dia.
“Lu berani sama gua, huh?”
Seisi ruangan jadi gemetaran was-was, takut perkelahian benar-benar terjadi, ditambah lagi sorakan dari pihak mereka yang sengaja memanas-manasi ketegangan. Sedang Auro, dia hanya diperkenankan termangu menonton drama konyol di sana dikarenakan perannya sebagai posisi yang akan terancam sampai ikut mencampuri urusan yang terbilang sangat kekanak-kanakan itu, tak lupa juga Aura yang terus menggenggam erat lengan Auro agar dia tetap di kursinya.
“Inget pesen Ibun ya, Ro!” ucap Aura menyakinkan adiknya agar tak benar-benar berdiri. Aura sangat paham, adiknya kurang tenang menemui adegan-adegan bising yang mengganggu seperti apa yang sedang terjadi sekarang.
“Ibun emang kenapa?” telak Auro.
“Jangan ikut campur urusan mereka!” Peringat Aura.
“Ngapain ikut campur mereka, aku kan nggak ada mas—”
Belum sempurna rangkai kalimat Auro terucap, hempasan meja menghantam permukaan lantai tiba-tiba mengejutkan seisi katup jantungnya. Seakan kesabarannya sengaja disulut kobaran besar mengulur ke arahnya. Auro mendengus paksa napas beratnya tanpa niat melanjutkan kalimatnya kembali, kepalannya mengeras melepaskan diri dari genggaman Aura.
KAMU SEDANG MEMBACA
AURORA (END)
Novela Juvenil"Nakal, bego, keras kepala, pembangkang, durhaka ... Sebenernya kelebihan gua apa sih, sampai harus nekad hidup di dunia ini?!" -Aurora *** Aku menjadikan diriku seperti bayaran atas...