27. Teman Kecil

59 10 2
                                    

"Luka yang dia torehkan tak sebanding rindu yang setiap saat kuperas mati."

-Aurora, 2018

ʕ'•ᴥ•'ʔ

PAGI tak terasa menyingsingkan sinar mentari hangat sampai ke jendela kamar Auro, suara Via lalu masuk mengalun dari luar kamar Auro memberitahukan bahwa Abinya sudah datang.

"Ro, Abi kamu udah dateng tuh?" lirih Via memberi tahu setelah dua hari Auro tertahan di rumah tersebut. Statusnya menjadi tamu di rumah Via seolah membuatnya nyaman sebab berhadapan dengan Sandro yang gemas juga hendak mengalahkannya.

"Bilangin ke Abi aku nanti pulangnya sama Sandro aja, aku mau tanding dulu sama dia hari ini," kata Auro.

"Kalian nih aneh loh, temenan tapi kok suka berantem," balas Via lalu meninggalkan Auro sendiri di kamar. Segera Auro ikut meninggalkan tempatnya memanggil Sandro hendak bertanding mumpung hari ini hari libur.

"Sandro!!!" pekik Auro di muka pintu kamar Sandro.

"Apaan?"

"Jadi tanding nggak lu?"

"Jadi, tungguin aja di luar," balas Sandro dari dalam sana dan Auro segera keluar menunggu di kursi. Tak lama Via datang menemuinya.

"Abimu udah pulang," ucap Via memberi tahu kembali.

"Jadi wasit ya, Tan,"

"Mau tanding apa sih emang?"

"Jelasnya bukan basket dia pasti kalah, haha,"

Tidak lama menunggu, akhirnya Sandro muncul dengan kedua raket badmintonnya, dia mengajak ibunya dan Auro segera ke luar ke halaman yang tersedia lapangan rumput lumayan luas.

"Siap?" pekik Via meminta suara mereka, "Mulai," Via mengaung lagi langsung memulai pertandingan tersebut.

Suasana pertandingan semakin memanas tatkala kedua pemain tidak ingin mengalahkan dirinya. Smash demi smash pun saling menyerang satu sama lain.

"16-17" teriak Via ikut berkeringat, "Priiit," tiru Via seperti menyeruakan peluit. Pertandingan pun kembali berlangsung lagi.

"Ro...!" sahut tiba-tiba suara tambahan dari arah pagar, kok bola lalu jatuh di area Auro dan dialihkan pandangan mereka melirik ke pagar rumah. Ada Omar.

"Abi di rumah sakit...!" Napas Omar terengah menghadap mereka di sana, sontak seluruhnya terkejut.

Tidak kurang sejam tadi mereka bertemu Abi, mengapa tiba-tiba di rumah sakit?! Cepat Auro berlari meninggalkan raket dan skor berimbangnya pergi bersama Omar menuju mobil yang memarkir.

Roda mobil melaju menuju ke sebuah gedung fasilitas kesehatan. Cemas mulai meluap hebat pada Auro yang semakin tak tenang.

"Kok bisa masuk rumah sakit sih?"

"Katanya tadi Abi nganter Aura belanja keperluan dapur di pasar, habis itu lanjut jemput kamu di rumah temen Abi katanya, Aura ditinggal sendiri tuh. Pas dateng jemput Aura lagi, malah Abi ngeliat Aura digangguin preman-preman di sana, diperingatin sama Abi malah mereka ngelawan. Ya udah karena mereka pada ngelawan, Abi cuman ngehindarin pukulan doang, sakin keselnya kali ya mereka nggak bisa mukul Abi, udah deh dikeluarin belati,"

"Anterin gua ke pasar aja!" Auro memurka sampai tak terlihat tarikan senyum di wajahnya.

"Nggak usah, Ro, Abi udah pesan kamu jangan ngapa-ngapain," sahut Bara di saat-saat seriusnya menyetir. Kalaupun tidak teringat akan titah Abi hari kemarin, mungkin Auro akan tetap memaksakan kehendaknya memberi pelajaran manusia-manusia tidak beradab itu. Sayang, Abi lebih menginginkan dia tetap menjadi anak yang baik daripada harus terlibat memberantas kejahatan.

AURORA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang