“Senggol gua, lu cuman akan berurusan dengan Auro. Tapi kapan lu senggol Aura, sama aja lu nyari urusan dengan sisi terganas gua.”
—Aurora, 2018.
***
SENIN spesial kali ini terbilang amat sangat langka baik untuk Auro begitupun kakaknya, ini adalah kali pertama mereka diantar khusus oleh Abi ke sekolah.
Semenjak pindah SMA, yang mengantar mereka memang hanya Zain atau taksi online, Zain sudah empat tahun lebih dulu bolak-balik kuliah di FK Salemba dan Depok, jadi sudah hafal seluk-beluk Jakarta. Kedua adiknya memutuskan sekolah barunya di Jakarta pun pasal Zain yang dipertimbangkan tinggal seorang diri di sini.
Mereka sigap berlari setelah menyalami Abinya dikarenakan dering bel pertanda upacara akan segera dimulai telah mengaung, memanggil seisi sekolah untuk turun ke lapangan.
Upacara berlangsung khidmat sesuai tata upacara seperti senin-senin yang telah lalu.
Namun, ada yang berbeda dengan Auro senin ini, dia yang terkenal koala kelas berat alias si pemalas itu tiba-tiba berubah selayaknya penyimak baik yang dihantui sesuatu, tatkala pembina upacara membahas tentang pertandingan yang akan segera terlaksana sedang mereka yang menjadi tuan rumahnya. Seluruh warga sekolah akan digerakkan untuk membersihkan setiap sisi area sekolah agar tampak mengesankan.
Namun, bukan itu.
Auro bukan mengkhawatirkan itu. Dia mengkhawatirkan dirinya yang entah akan diikutkan pada pertandingan juga atau tidak.
Seberes upacara usai, tak ada alasan seisi lapangan untuk tidak bergegas kembali ke kelas, terkecuali Arkan yang seakan kesetanan mencari keberadaan Auro, kapten baru tim basket putri sekolahnya. Untung baik ia masih menemukan sosok yang dicari itu di tengah banyaknya siswa yang masih lalu lalang.
“Auro,” panggil Arkan sembari menarik paksa ujung baju Auro hingga berbalik berhadapan dengannya.
“Elu?!” ringkik Auro membalas sedikit kesal, bagai tersirat penampakan bosan melihatnya.
“Kamu dengar kan tadi?”
Dan pada kenyataannya, tak hanya Auro saja yang mengkhawatirkan pertandingan yang semakin dekat tersebut, sosok Arkan juga terpikir hal yang sama. Auro menggerutu seakan tak ingin membahas itu lagi, namun apa daya lawan bicaranya tak ingin melepasnya kali ini.
“OMG, Delly! Astaga, demi apa pun, lu harus liat itu! Arkan datengin cewek itu lagi, Del,” Weni menepuk darurat pundak Delly di sampingnya agar segera menoleh juga ke arah matanya memandang.
Pemandangan yang secara tidak langsung menarik tali permasalahan menggembung dalam dada Delly seketika itu juga. Tak lagi kesal, bahkan puncak kemarahan yang selama ini ditakuti seakan telah menemui lawannya.
Delly sendiri adalah tim dari cheerleader sekolah, ia kerap bertemu Arkan di latihannya bahkan beberapa kali kedapatan memberi perhatian khusus pada Arkan. Sayang saja, ia tak ada bedanya dengan penggemar-penggemar yang lain. Arkan bahkan langsung paham maksud gadis itu tanpa merasa kegeeran sama sekali.
“Tunggu aja lu!” ketus Delly tak ingin berlama-lama melihatnya. Bola matanya seolah mendidih disulut obor panas dari dalam sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
AURORA (END)
Teen Fiction"Nakal, bego, keras kepala, pembangkang, durhaka ... Sebenernya kelebihan gua apa sih, sampai harus nekad hidup di dunia ini?!" -Aurora *** Aku menjadikan diriku seperti bayaran atas...