PROLOG

759 38 8
                                    

DIA Aurora.

Manusia ber-mindset liberalisme.

Manusia yang tidak pernah bercita-cita hidup sebagai wayang melainkan menginginkan sebagai dalangnya, dia Aurora yang selalu memimpikan kebebasan di atas kehendaknya sendiri.

Baginya, hanya dialah yang paling tahu tentang dirinya, bukan dalang yang lain.

Sayang seribu sayang ... kalimat di atas hanyalah sepenggal paham yang bersusah payah diperjuangkan dengan penuh kekuatannya.

Gadis setengah ksatria tersebut harus terlahir dari latar belakang keluarga yang bertolak belakang dari keinginannya, keluarga yang tak ada habisnya menuntut dirinya selalu berada pada jalur yang tak pernah dikehendaki.

Keluarga yang melahirkan tiga makhluk menyebalkan dari seorang ibu yang kerap disapanya Ibun.

Zain, Wirdah, dan Aura.

Mereka semua adalah para robot-robot ciptaan Ibun, yang bertugas mengawasinya. Beruntung dua dari tiga orang makhluk yang terlahir lebih dulu darinya tersebut telah menginjak usia kuliah, sehingga rasa terintimidasi dari mereka sudah perlahan terkikis. Tersisa Aura saja, sang kakak terakhir, yang masih tetap bersamanya hingga detik dia harus dikeluarkan dari sekolah lama mereka.

Auro selalu malas menyatakan hal ini sebenarnya, namun perlu diketahui bahwa dia dan Aura tak hanya seibu saja, melainkan juga pernah bermain bersama di rahim yang sama, alias kembar.

Aura dan Auro.

Tidak seperti kembar pada umumnya, dia dan sang kakak seringkali menerima pendiskriminasian dari sekitar, terutama dari Ibun. Tergambar jelas bagaimana perlakuan kepada Auro yang selalu diomeli sedang Aura disayang-sayang, bakat Auro selalu ditentang sedang Aura tak segan didukung.

Begitulah keadaan mereka.

Kembar tapi tidak senasib, dan dari sisi tersebutlah Auro sama sekali tidak merasa mendapatkan hak kebebasannya.

***
To be continued

AURORA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang