Satu hari pasca-sepeninggal Abi, Auro akhirnya mampu mengemudikan sendiri mobilnya dengan lancar menuju ke sebuah tempat yang tidak asing. Ia berhenti tepat di hadapan gedung rumah sakit beberapa lantai dan langsung mencari ruangan yang harus dia kunjungi.
Hingga beberapa belas menit mencari, Auro kini menemukannya. Pintu coklat di depan matanya langsung dibuka dan sosok Delly tengah berbaring di dalam sana benar ia temukan.
Sisi kaku di antara keduanya sontak saling terpancing kembali. Auro yang datang pagi itu nampak berpenampilan rapi dari ujung kepala hingga ke bawah, menunjukkan perawakannya menyerupai sang kakak, Aura. Sedetik melihat kedatangan Auro pun Delly langsung mengerut kening tak sudi menerimanya.
"Ngapain lu ke sini? Nggak usah sok baik lu jengukin gua, munafik!" hardik Delly dengan nada membencinya, menganggap yang datang memang adalah si sok suci, Aura.
"Ini gua Auro, Del," balas Auro memperkenalkan diri, nadanya lemah tidak ingin menambah masalah. Sejurus kerutan di kening Delly pun bertambah memadat tak ada sudi-sudinya hendak melirik sang tamu.
"Mending lu pergi atau gua panggilin satpam nyeret lu!" usir Delly kini menyamping tidak ingin bertatap muka dengan Auro.
"Lu butuh apa, Del? Biar gua ambilin," balas Auro tak menggubris usiran Delly, dia hanya menyosor seolah melayankan layanan suka relanya pada Delly.
"Keluar!"
"Ah iya, ini nyokap lu ke mana?"
Auro terus melontarkan kalimat tidak pedulinya pada titahan Delly barusan, seperti suara Delly sama sekali tak terdengar di telinganya saja. Jelas hal tersebut makin membuat emosi Delly memitan akan kehadiran Auro di sekitarnya.
"Bukan urusan lu nggak ada nyokap gua di sini buat lu! Mending lu pergi! Sekarang!!!" berang Delly menunjuk murka pintu ruangannya.
Di tengah-tengah ketegangan, seorang perawat lalu datang menengahi dengan sarapan pagi yang dibawanya. Tanpa aba-aba panjang Auro bergegas namun bukan hendak meninggalkan ruangan, melainkan mengambil alih pekerjaan suster. Sontak melihatnya membuat Delly makin kesal mati-matian, hendak diapakan lagi dia oleh Auro pikirnya.
"Ngapain lu ngusir-ngusir suster? Lu mau ngeracunin gua biar gua sekalian mati, iya?" Nada Delly melemas pasrah, seakan ia telah siap dengan prediksinya.
"Kenapa sih, Del, lu kok jadi manusia nggak pernah berbaik sangka ke gua," lanjut Auro mengembalikan keheranannya pada Delly.
"Gua tahu lu ada maksud terselubung, kan. Mendingan lu sekarang keluar aja atau gua teriak lu mau ngeracunin gua," balas Delly mengancam.
"Teriak aja kalau ada yang ada yang denger, sepagi ini orang pada sibuk sendiri kali," desis Auro ikut meraih remot di nakas membuat Delly semakin tidak nyaman dengan kedatangannya.
"Siapa tahu lu kurang hiburan," lanjut Auro menunjuk ke arah TV yang menyala sembari jemarinya sibuk mengaduk bubur, lalu dengan santainya menyodorkan ke mulut Delly.
"Ro, sekali lagi gua minta lu mending pergi, gua beneran muak nonton drama lu sama kembaran lu itu!" pinta Delly lagi masih dengan permintaan yang sama.
Suasana tidak bersahabat itu kian dipahami oleh Auro. Napas beratnya terembus amat dalam meletakkan makanan Delly kini rebah di pegangannya.
"Ya udah deh, gua minta maaf kalau gitu. Yang lu rasain ke gua sekarang wajar, gua tahu juga apa yang gua lakuin ke lu nih salah, dan gua ngerasa kekanak-kanakan banget kemarin, lu jadi sampai kaya gini," ujar Auro memelan bagai menyesalkan sesuatu.
"Ada angin apa lu minta maaf segala, dipaksa guru BK lu?!"
"Yehhh, kalau dipaksa BK mah jangan harap gua udah nyampe sini. Ini real dari hati gua kali,"
![](https://img.wattpad.com/cover/269863682-288-k107623.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AURORA (END)
Teen Fiction"Nakal, bego, keras kepala, pembangkang, durhaka ... Sebenernya kelebihan gua apa sih, sampai harus nekad hidup di dunia ini?!" -Aurora *** Aku menjadikan diriku seperti bayaran atas...