34. Menjadi Ambisius

72 12 3
                                    

Selang sore menampakkan sinar memudarnya panggilan Ibun akhirnya terdengar jua. Auro turun dari anak tangga rahasianya menemui Ibun dengan kesiapan yang sudah dipersiapkan.

Mereka lalu menuju ke rumah Bunda tanpa sepengetahuan siapa pun.

"Aduh mendadak gini datengnya, jadi nggak sempat siap-siap," celetuk Bunda jadi tidak karuan.

"Gak apa-apa, Rik, kamu tetep cantik kok," balas Ibun menyengir.

"Oh iya, Arkan belum pulang?" Ibun lalu mengalihkan topik barunya lagi.

"Udah, tadi keluar sama temennya nyari bahan praktik katanya. Sebentar lagi juga pulang,"

"Ah iya, jadi gini, Rik, aku ke sini mau balikin sendalnya Arkan. Dulu dia pernah nolong aku di masjid depan, dan aku juga nggak tahu ternyata Arkan itu anak kamu,"jelas Ibun sembari mengeluarkan kresek sandal tersebut di atas meja.

"Oh jadi kamu yang diceritain Arkan dulu! Dia emang pernah cerita, Ta, katanya ada ibu-ibu sendalnya hilang di masjid, paling kelakuan anak-anak komplek lagi itu. Berhubung udah genting juga ya udah sendalnya dikasih, sampai di rumah dipikirin lagi loh, Ta, katanya kasian Ibunya pake sandal jepit, hahah,"

"Ih, aku malah makasih banget udah ditolongin,"

"Nah itu udah dateng tuh orangnya, panjang umur," ujar Bunda tatkala melihat Arkan dan kawan-kawannya tiba-tiba telah muncul dari arah pintu rumah.

"Loh ada Tante Andita tenyata!" ujar Arkan pada Ibun langsung menyalami punggung tangannya bersama para kurcaci peliharaannya semua.

"Ya ampun pada ganteng-ganteng banget ini," lirih Ibun sembari mengelus satu demi satu punggung sosok yang menyalaminya.

"Karena udah dateng, aku berangkat sekarang aja kali ya, Bun. Bara, Omar, Lilo, kalian bisa temenin aku keluar bentar enggak?" pinta Auro to the point, tanpa memberi jeda ketiga manusia di hadapannya untuk duduk lebih lama. Akan jadi masalah yang berkepanjangan juga sampai ketiganya hendak mendengar obrolan Ibun dan pihak keluarga Arkan di sana.

"Ke mana?" tanya Bara.

"Udah ikut aja dulu, nanti aku ceritain,"

"Arkan gak diajak?"

"Nah kalau Arkan, aku titip Ibunku aja ya, kalau udah mau pulang tolong dianterin. Ini kunci mobilnya aku kasih ke kamu. Oke!" Auro segera menaruh kunci mobil miliknya di atas meja.

"Ibun, Bunda, Auro berangkat dulu," Auro lalu menyalami mereka dan buru-buru membawa ketiga kawannya ini lengser dari ruangan ini.

Laju mobil melejit cepat meninggalkan pekarangan rumah Arkan menuju tempat yang seluruhnya tak tahu hendak ke mana. Bara hanya mengikut arus jalanan di hadapan mata saja sampai terpikir bahwa ia tak tahu hendak mengarahkan mobilnya sebelum keluar dari komplek perumahan.

"Kita ke mana nih?" Bara memulai obrolannya sembari fokus mengemudi juga.

"Lu bertiga tahu tempat les gitu, enggak?" Auro balik melirih.

"Lu mau nge-les, Ro?" timpal Omar sedikit memicing di jok belakang Auro, jangan sampai dia salah menangkap maksud Auro.

"Iya, nyokap gua nyuruh cari tempat les gitu sekalian tempat kursus bahasa juga. Gua mau persiapan seleksi kuliah di luar negeri,"

Tiba-tiba saja selepas detik terakhir kalimat Auro mendarat sepenuhnya, mobil berhenti mendadak. Tak hanya Bara saja yang terkejut, Lilo pun sampai mengangah hebat menghadap Auro. Pikirnya Auro tengah membercandai mereka.

Untung saja belum sampai di tengah pergerakan jalanan raya, bisa celaka seisi mobil kala mendengar penuturan gila Auro barusan.

"Bentar gua benerin kuping gua dulu, entar salah denger, elunya tersinggung lagi. Coba ulang lagi tadi lu ngomong apa, lu mau kuliah di ...?"

AURORA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang