-13-

74 30 7
                                    

Seperti layaknya dua orang yang sedang dalam masa pendekatan, baik Cakra dan Widya sama-sama berusaha memberikan kesan yang baik di tiap pertemuan mereka. Meskipun tidak bisa dipungkiri, hampir setiap pertemuan mereka ada saja kendalanya. Kendala terbesar berasal dari Samudra yang selalu saja melakukan hal-hal tidak terduga.

Terkadang, atasan dari Cakra sekaligus dosen pembimbing dari Widya itu, menelepon di waktu-waktu yang bertepatan saat keduanya sedang asyik bertelepon. Ada juga, saat Widya mengunjungi

Cakra di kantor setelah membuat janji untuk makan siang berdua, Samudra datang secara tiba-tiba. Bahkan, saat keduanya sudah memilih tempat paling jauh dari kantor atau kampus.

Hal yang paling tidak masuk akalnya lagi, Samudra pernah tiba-tiba berada di Indomaret dekat tempat tinggal Cakra. Padahal, rumah mereka berbeda arah. Dengan dalih ingin makan es krim, Samudra mengganggu rencana momen Cakra dan Widya yang saling bercanda di depan Indomaret.

Belajar dari kejadian-kejadian itu, akhirnya Cakra memutuskan untuk menemui Widya setelah benar-benar menyelesaikan pekerjaannya. Mereka membuat janji untuk bertemu di pasar malam tepat saat malam minggu. Kedua sepakat untuk mematikan ponsel agar tidak ada gangguan dari pihak manapun.

Widya datang terlebih dahulu dibandingkan Cakra. Ia mengenakan pakaian yang cukup simpel seperti biasa, hanya saja menambahkan penjepit berbentuk pita berwarna putih yang memberikan kesan feminin.

Jangan salah, Widya sebenarnya sudah menghabiskan waktu berjam-jam di depan cermin dan mengeluarkan semua baju yang ia punya dari lemari. Ia juga sudah rela memesan beberapa sendal dan sepatu yang kiranya cocok untuk digunakan malam ini.

Namun, pilihan terakhirnya jatuh pada kulot jin berwarna biru gelap dan crop top berwarna hitam yang dipadukan dengan cardigan putih. Dari semua sendal yang ia pesan online dan untung saja tiba di hari itu juga, pilihannya jatuh pada sneakers yang juga berwarna putih.

Berbeda dengan Widya yang memiliki banyak opsi untuk penampilannya malam ini, Cakra justru tidak punya pilihan lain selain menggunakan kaos hitam dan juga jin hitam. Sama seperti Widya, ia menggunakan sneakers putih yang hanya ada satu di kos-nya.

Jika Widya datang diantar menggunakan mobil pribadi, Cakra justru harus sabar naik angkot untuk menghemat ongkos. Meski begitu, jangan salah, ia juga membawa uang yang sekiranya cukup untuk makan berdua.

Cakra tiba di depan gerbang pasar malam. Setelah membayar, ia langsung bergegas menghampiri Widya yang sudah menunggu sekitar tiga puluh menit. Cakra memang tidak terlambat, Widya saja yang datang terlalu cepat.

“Kamu cantik banget malam ini,” puji Cakra tanpa ragu yang membuat wajah Widya seketika berubah menjadi merah karena malu.

Seperti janji yang pernah ia buat, Cakra akan memanfaatkan waktu bersama Widya dengan sebaik-baiknya. Ia akan memuji wanita itu lebih banyak dari sebelumnya, dan memperhatikan detail-detail kecil dari perubahan Widya seperti malam ini.

“Kamu potong rambut?”

“Kok, tau? Padahal potongnya nggak banyak, loh.”

Cakra tersenyum dan menyentuh rambut Widya yang dibiarkan terurai, menunjuk bagian terakhir yang ingat. “Kemarin sampai sini, sekarang tinggal segini.”

Sama seperti wanita pada umumnya, jelas saja perhatian sekecil itu bisa membuat Widya merasa seperti terbang ke langit. Wanita mana yang tidak akan terpesona, ketika orang yang ia cintai memerhatikan hal-hal sedetail itu?

Layaknya seorang wanita yang butuh untuk diperhatikan, tindakan Cakra berhasil membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Kalau kata Acha di film Mariposa, “seperti ada kupu-kupu”
dalam dada Widya.

Kali Kedua [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang